PEMBELAJARAN
MATEMATIKA REALISTIK ( P M R )
A.
Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
1.
Sejarah PMR
Pada tahun 1973, Freudenthal memperkenalkan suatu
model baru dalam pembelajaran matematika yang akhirnya dikenal dengan nama RME
(Realistic Mathematics Education). Dalam penelitian ini RME tersebut diberi
istilah sebagai Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), yang dipandang sebagai
pendekatan dan berupa urutan sajian bahan ajar.
PMR awalnya dikembangkan di Negeri Belanda.
Pendekatan ini didasarkan pada konsep Freudenthal yang berpendapat bahwa
matematika merupakan aktivitas manusia. Dengan ide utamanya adalah bahwa siswa
harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep
matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Usaha untuk
membangun kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan
berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian
bahwa tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah
yang dapat mereka bayangkan (Heuvel, 1998).
Esensi dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR),
dapat ditemukan pada pandangan Freudenthal yang sangat penting yang berkaitan
dengan PMR yaitu: “mathematics must be connected to reality” dan “ mathematics
as human activity”. (Waraskamdi.2008)
gertian PMR
Dan saat ini pembelajaran masih didominasi oleh guru, siswa kurang
dilibatkan sehingga terkesan monoton dan timbul kejenuhan pada siswa.
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah suatu teori dalam pendidikan
matematika yang dikembangkan pertama kali di negeri Belanda pada tahun 1970 oleh
Institut Freudenthal. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika
sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai
titik awal pembelajaran (Gravemeijer: 1994).
Matematika sebagai aktivitas
manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide
dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya
ini dilaksanakan melalui penjelajahan berbagai situasi dan
persoalan-persoalan”realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak
mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa
(Slettenhass, 2000).
Soedjadi (2001: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran
matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita
dan lingkungan yang dipahami peserta untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik
dari pada masa yang lalu.
Realistic
mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika
realistik (PMR), yaitu sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan
sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute,
Utrecht University di Negeri Belanda. 1990) bahwa matematika adalah
kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat
memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan
kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.
1.
Pendekatan Mekanistik
Pendekatan
mekanistik adalah pendekatan secara tradisional dan didasarkan pada apa yang
diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks). Dalam
pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin. Kedua jenis matematisasi
tidak digunakan
(Waraskamdi : 2007)
2.
Pendekatan Empirik
Merupakan
satu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan
siswa dapat menemukan melalui matematisasi horisontal.
3.
Pendekatan Strukturalistik
Merupakan
pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara
panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai
melalui matematisasi vertikal.
4.
Pendekatan Realistik
Merupakan
suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pokok permasalahan.
Tujuan PMR yaitu memudahkan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita yang terkait dengan pecahan bahkan matematika realistik menyajikan
materi dengan rill. (scribd.com)
B.
Karakteristik
Perkembangan Matematika Realistik
Untuk memahami PMR kita harus
mengetahui karakteristik PMR sebagai berikut :
1.
Karakteristik
PMR secara umum
Karakteristik PMR adalah
menggunakan konteks ”dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa,
interaktif, dan keterkaitan (intertwinment) (Treffers, 1991; Van den
Heuvel-Panhuizen, 1998). Menggunakan
konteks “dunia nyata”
Menggunakan konteks “dunia
nyata” artinya dalam pembelajaran metematika realistic lingkungan keseharian
atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian
materi belajar yang kontekstual bagi siswa (De Lange : 1987). Dalam PMR,
pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga
memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung dan siswa
akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian,
siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia
nyata.
a.
Menggunakan
model-model (matematisasi)
Menggunakan model artinya permasalahan atau
ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari
situasi nyata maupun model yang mengarah ketingkat abstrak ( De Lange : 1987).
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang
dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self
developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi abstrak atau dari
matematika informal ke matematika formal.
b.
Menggunakan produksi dan konstruksi (kontribusi siswa )
Menggunakan konstribusi siwa
artinya pemecahkan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan
gagasan siswa. (Streffland : 1991). Dalam hal ini, menekankan bahwa
dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada
bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi–strategi
informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan
sumber inspirasi dalam mengembangkan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk
mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
c.
Menggunakan
interaktif
Menggunakan Interaktif
artinya aktifitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan
siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya (Waraskamdi :
2007). Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam Model
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Secara eksplisit bentuk-bentuk
interaksi yang berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju,
pernyataan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
d.
Menggunakan
keterkaitan (intertwinment)
Menggunakan Intertwin artinya topic-topik yang berbeda
dapat diintegrasikan sehingga dpat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep
secara serentak (Waraskamdi : 2007). Dalam PMR pengintegrasian unit-unit
matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan
keterkaitan dengan bidang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah.
Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih
kompleks tidak hanya aritmatika,
aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
2.
Karakteristik
pendekatan matematika realistik menurut Suryanto (2007) adalah sebagai berikut:
a.
Masalah kontekstual yang realistik (realistic
contextual problems) digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep
matematika kepada siswa.
b.
Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau
model matematika melalui pemecahan
masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya.
3.
Karakteristik
Pembelajaran Realistik Menurut Marpaung (2003) adalah sebagai berikut:
a.
Siswa aktif dalam proses pembelajaran.
b.
Pembelajaran dimulai dengan menyajikan kepada siswa
masalah kontekstual atau masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa. Masalah itu
dapat berupa masalah yang menyajikan real world yang dijumpai dalam kehidupan
nyata atau dunia nyata yang dapat dibayangkan siswa.
c.
Siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah itu berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya.
d.
Guru membimbing siswa dalam menemukan atau mengkontruksikan
pengetahuan itu menuju pengetahuan formal.
e.
Guru
berperan sebagai fasilitator.
f.
Dalam
rangka menemukan itu proses matematisasi adalah penting, level masalah perlu
diperhatikan.
g.
Belajar tidak hanya dari guru, tapi juga dari kawan atau
orang lain
maka interaksi dan negosiasi adalah penting.
maka interaksi dan negosiasi adalah penting.
h.
Siswa perlu melakukan refleksi, interpolasi, dan
internalisasi.
i.
Yang diutamakan adalah Pemahaman relasional.
j.
Pemahaman
matematika tidak dapat di transfer dari yang mengetahui ke yang belajar.
4.
PMR menurut pandangan kontruktivis
Pembelajaran matematika menurut
pandangan kontruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan
sendiri melalui proses internalisasi.
Menurut Davis (1996), pandangan
konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada :
a.
Pengetahuan
dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi.
b.
Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa
dihadapkan kepada apa.
c.
Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya
tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan,
mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya.
d.
Pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan
apa yang mereka katakan atau tulis.
Ada tiga prinsip dalam mendesain pembelajaran matematika
realistik menurut Gravemeijer (1994: 90), yaitu sebagai berikut :
1)
Guided reinvention and
progressive mathematizing (Menemukan
kembali dan matematesasi progresif)
Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara
terbimbing dan matematis secara progresif. Prinsip ini mengacu pada pernyataan
tentang konstruktivisme bahwa pengetahuan tidak dapat diajarkan atau ditransfer
oleh guru, tetapi hanya dapat dikonstruksi oleh siswa itu sendiri. Yakni peserta didik diberikan kesempatan untuk mengalami proses yang sama
sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai dengan
suatu masalah kontekstual atau realistik yang selanjutnya melalui aktifitas
siswa dikharapkan menemukan “kembali” sifat, defenisi, teorema atau
prosedur-prosedur. (I Gusti Putu Suharta.2009)
2)
Didactical
phenomenology (fenomena
didaktif)
Situasi-situasi yang diberikan
dalam suatu topik matematika atas dua pertimbangan, yaitu melihat kemungkinan
aplikasi dalam pengajaran dan sebagai titik tolak dalam proses matematika. (I
Gusti Putu Suharta.2009)
Gravemeijer
(1994:90) menyatakan, berdasar prinsip ini penyajian topic-topik
matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik disajikan atas
dua pertimbangan yaitu:
a) Memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi
dalam proses pembelajaran
b)
Kesesuaian sebagai hal yang berpengaruh dalam proses
progressive mathematizing
Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik.
Dalam fenomena pembelajaran ini menekankan pentingnya soal kontekstual untuk
memperkenalkan topik-topik matematika pada siswa.
Topik-topik ini dipilih dengan dua pertimbangan yaitu :
a)
aspek
kecocokan dalam pembelajaran
b)
kecocokan
dampak dalam proses re-invention
c)
Self developed models
Gravemeinjer
menjelaskan berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa
diberi kesempatan untuk mengembangankan model mereka sendiri yang berfungsi
untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal.
Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui
generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang
sungguh-sungguh ada yang dimiliki siswa (Gravemeinjer : 1994).
3)
Self developed models
Prinsip
yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Siswa mengembangkan model
sendiri sewaktu memecahkan masalah-masalah
kontekstual.
Self-developed Models
(pengembangan model sendiri); kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara
pengetahuan informal dan matematika formal. Model dibuat siswa sendiri dalam
memecahkan masalah. Model pada awalnya adalah suatu model dari situasi yang
dikenal (akrab) dengan siswa. Dengan suatu proses generalisasi dan formalisasi,
model tersebut akhinrya menjadi suatu model sesuai penalaran matematika (Anonim,
tt)
5.
PMR menurut
pandangan kontekstual
Pendekatan kontekstual didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang akan tertarik untuk mempelajari sesuatu apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya itu.
Pendekatan kontekstual didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang akan tertarik untuk mempelajari sesuatu apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya itu.
Makna muncul
dari hubungan antara isi dan konteksnya. Di sini konteks diartikan sebagai situasi
atau keadaan yang memberi makna kepada suatu objek. Tugas utama guru menurut
pendekatan kontekstual adalah menyediakan konteks yang memberi makna pada isi
sehingga melalui makna tersebut siswa dapat menghubungkan isi pelajaran dengan
pengetahuan dan pengalamannya.
Pendekatan
kontekstual memiliki delapan prinsip (Hadi, 2005), yaitu:
a. hubungan yang bermakna,
b. pekerjaan yang berarti,
c. pengaturan belajar sendiri,
d. kolaborasi,
e. berpikir
kritis dan kreatif
f. pendewasaan
individu,
g. pencapaian standar yang tinggi, dan
h. penilaian autentik.
Peran guru
menurut pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :
a.
Mengkaji konsep yang harus dipelajari siswa
b.
Memahami
pengalaman hidup siswa
c.
Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa
d.
Merancang pembelajaran yang mengaitkan konsep dengan pengalaman siswa
e.
Membantu siswa mengaitkan konsep dengan pengalaman mereka
Mendorong siswa membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman mereka tentang konsep
yang sedang dipelajari. (Nurhadi
et al., 2005)
Ada tujuh komponen utama dalam pendekatan kontekstual, yaitu (Nurhadi et al, 2005):
a.
Konstruktivisme
Dalam
komponen ini siswa memperoleh pemahaman yang mendalam melalui pengalaman
belajar yang bermakna dengan cara membangun sendiri pengetahuannya sedikit demi
sedikit dari konteks yang terbatas.
b.
Penemuan
Di
sini siswa mengembangkan pemahaman konsep melalui siklus mengamati, bertanya,
menganalisis, dan merumuskan teori baik secara individu maupun berkelompok.
Keterampilan berpikir kritis juga dikembangkan di sini.
c.
Bertanya
Dalam
komponen ini siswa didorong untuk mengetahui sesuatu dan memperoleh informasi.
Di samping itu, kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilatih dan sekaligus
dinilai.
d.
Masyarakat Belajar
Di
sini siswa dilatih untuk berbicara dan berbagi pengalaman serta bekerjasama
dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik.
e.
Permodelan
Di
sini siswa diberi model (contoh) tentang apa yang harus mereka kerjakan.
Pemodelan dapat berupa demonstrasi dan pemberian contoh.
f.
Penilaian Autentik (Sebenarnya)
Dengan
komponen ini proses dan hasil kedua-duanya dapat diukur.
g.
Refleksi
Komponen
ini merupakan komponen yang penting karena memberi kesempatan untuk melihat
kembali apa yang sudah dikerjakan termasuk kemajuan belajar dan hambatan yang
ditemui.
C.
Langkah
– Langkah Pembelajaran
Langkah-langkah di dalam proses
pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1.
Memahami masalah
kontekstual
Guru memberikan masalah (soal)
kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami
masalah tersebut. Pada tahap ini “karakteristik” pembelajaran matematika
realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah menggunakan masalah kontekstual
yang diangkat sebagai starting point dalam pembelajaran untuk menuju ke
matematika formal sampai ke pembentukan konsep.
2.
Menjelaskan
masalah kontekstual
Jika situasi siswa macet dalam menyelesaikan
masalah, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara
memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya (bersifat terbatas)
terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami oleh siswa, penjelasan
hanya sampai siswa mengerti maksud soal. Langkah
ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah
kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk
atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah.
(Gravemeinjer:1994). Yang
tergolong dalam langkah ini adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai
pembimbing.
3.
Menyelesaikan
masalah kontekstual
Pada tahap ini siswa
didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara individu berdasar
kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan (Gravemeinjer:1994). Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual
dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih
diutamakan. Dengan menggunakan lembaran kerja, siswa mengerjakan soal dalam
tingkat kesulitan yang berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan
masalah dengan cara sendiri berupa pemberian petunjuk atau pertanyaan seperti,
bagaimana kamu tahu itu , bagaimana mendapatkannya, mengapa kamu berpikir
demikian, dan lain-lain berupa saran. Pada tahap
ini, beberapa dari ‘prinsip’ pembelajaran matematika realistik akan muncul
dalam langkah ini misalnya prinsip self developed models. Sedangkan pada
‘karakteristik’ pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah
ini adalah kedua yaitu menggunakan model.
4.
Membandingkan
dan mendiskusikan jawaban
Guru
menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban secara berkelompok, untuk selanjutnya dibandingkan
(memeriksa, memperbaiki) dan didiskusikan di dalam kelas. Sementara di tahap
ini sebagai ajang melatih siswa mengeluarkan ide dari kontribusi siswa di dalam
berinteraksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan
sarana prasarana untuk mengoptimalkan pembelajaran. Karakteristik pembelajaran matematika realistic yang muncul pada tahap
ini adalah interaktif dan menggunakan kontribusi siswa. Interaksi dapat terjadi
antara siswa dengan siswa juga antara guru dengan siswa (Gravemeinjer:1994).
5.
Menyimpulkan
Dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan suatu konsep atau prosedur. Pada tahap ini ‘karakteristik’
pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah
adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.
Berdasarkan uraian di atas dapat
ditarik kesimpulan langkah – langkah pembelajaran di dalam proses pembeajaran
matematika adalah:
1. Memotivasi siswa (memfokuskan perhatian siswa)
2. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
3. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa
sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera
terlibat dalam pelajaran secara bermakna
4. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;
5. Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal
terhadap persoalan/masalah yang diajukan
6.
Pengajaran berlangsung secara
interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang
diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban
temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang
lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau
terhadap hasil pelajaran. (Waraskamdi.2008)
D.
Teori Belajar yang Relevan dengan Perkembangan Matematika
Realistik
1. Teori piaget
Piaget (dalam ibrahin, 1999:16)
berpandangan bahwa, anak-anak memiliki potensi untuk mengembangkan
intelektualnya. Pengembangan intelektual mereka bertolak dari rasa ingin tahu
dan memahami dunia disekitarnya. Pemahaman dan penghayatan tentang dunia
sekitarnya akan mendorong pikiran merekan untuk menbangun tampilan tentang
dunia tersebut dalam otaknya. Tampilan yang merupakan struktur mental itu
disebut skema atau schemata (jamak).
Piaget
menyatakan bahwa prinsip dasar dari pengembangan pengetahuan seseorang adalah
berlangsungnya adaptasi pikiran seseorang kedalam realitas disekitarnya.proses
adaptasi ini tidak terlepas dari keberadaan skema yang dimiliki orang tersebut
serta melibatkan asimilasi, akomodasi dan equiliberation dalam pikirannya.
2. Teori Vygotsky
Pandangan
Vygotsky (1997) tentang arti penting interaksi social dalam perkembangan
intelektual anak tampak dari 4 ide kunci yang membangun teorinya, yaitu:
a.
Penekanan pada hakikat sosial.
Vygotsky (1997) mengemukakan
bahwa anak belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebayanya.
Dalam proses belajar yang demikian, seorang anak yang sedang belajar tidak
hanya menyampaikan pengertiannya atas suatu masalah kepada dirinya sendiri
namun ia juga dapat menyampaikan nya pada orang lain disekitarnya.
b. Zone
Proximal Development (Wilayah
perkembangan terdekat)
Didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan
orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Vygotsky (1997) menjelaskan adanya dua tingkat perkembangan intelektual, yaitu
tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Pada tingkat
perkembangan aktual seseorang sudah mampu untuk belajar atau memecahkan masalah
dengan menggunakan kemampuan yang ada pada dirinya pada saat itu. Sedangkan
tingkat perkembangan potensial adalah tingkat perkembangan intelektual yang
dicapai seseorang dengan bantuan orang lain yang lebih mampu.
Tingkat perkembangan potensial terletak diatas tingkat perkembangan aktual
seseorang. Perubahan itu berlangsung dengan melalui proses belajar yang terjadi
pada wilayah perkembangan terdekat.
c.
Pemagangan kognitif (cognitive apprenticheship)
Menurut Vygotsky (1997), dalam proses pemagangan kognitif seorang siswa
bertahap mencapai kepakaran dalam interaksinya dengan seorang pakar, orang
dewasa atau teman sebayanya dengan pengetahuan yang lebih.
d.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap
awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya
(Slavin: 1997). Scaffolding maksudnya
seorang guru memberikan bantuan kepada siswanya untuk belajar dan memecahkan
masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan,
menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan
tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
3. Teori Ausubel
Menurut Ausubel (1997) belajar dikatakan bermakna
jika informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur
kognitifnya sehingga siswa tersebut mengakaitkan informasi barunya dengan
struktur kognitif yang dimilikinya.
4.
Teori Gasong
Menurut teori Gasong (2009) asimilasi adalah proses
kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman
baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan
kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini
berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata
melainkan perkembangan skemata.
Menurut Gasong (2009)
bahwa Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah
dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan
skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang
baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan
itu.
5. Teori Burner
Burner
berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan
struktur-struktur serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Menurut
Bruner pemahaman atas suatu konsep beserta strukturnya menjadikan materi itu
lebih mudah diingan dan dapat dipahami lebih komprehensif. Tiga tahap perkembangan mental menurut Bruner:
a. Enactive
Dalam tahap ini seseorang mempelajari suatu pengetaahuan secara aktiv
dengan menggunakan garis miring memanipulasi benda-benda konkret atau situasi
nyata secara langsung.
b. Ikonic
Pada tahap ini kegiatan belajar seseorang sudah mulai menyangkut mental
yang merupakan gambaran dari objek-objek.
c. Simbolic
Tahap terakhir ini adalah tahap
memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi terkait dengan objek
maupun gambaran objek (Slavin: 1997).
E.
Konsepsi Siswa Dalam
PMR
Pendekatan matematika realistik mempunyai konsepsi
tentang siswa sebagai berikut :
1.
Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi
belajar selanjutnya.
2.
Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
3.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang
meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan
penolakan.
4.
Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya
berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
5.
Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis
kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.
Peran Guru
PMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:
1.
Guru hanya sebagai fasilitator belajar;
2.
Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;
3.
Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu
siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan
4.
Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam
kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik
maupun sosial. (Masbied.2010)
Konsepsi tentang Pengajaran
Pengajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut:
1.
Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang
“riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga
siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;
2.
Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;
3.
Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik
secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan;
4.
Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa
menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami
jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan
ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan
refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.
(De Lange, 1995)
Titik awal proses belajar dengan pendekatan
matematika realistik menekankan pada konsepsi yang sudah dikenal oleh siswa.
Setiap siswa mempunyai konsep awal tentang ide-ide matematika. Setelah siswa
terlibat secara bermakna dalam proses belajar, maka proses tersebut dapat
ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pada proses pembentukan
pengetahuan baru tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya
sendiri. (M. Asikin Hidayat, 2001).
F.
Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran
Matematika Realistik
Sebagaimana
setiap pendekatan, strategi maupun metode pembelajaran, di satu sisi memiliki
berbagai kelebihan, namun juga memiliki kesulitan. Demikian halnya dengan PMR.
a. Kelebihan pembelajaran matematika realistik
Menurut
Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran
matematika realistik, yaitu:
1.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang
keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya
bagi manusia.
2.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa
matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan
sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang
tersebut.
3.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara
penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama
antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau
menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan
soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian
yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara
penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian
masalah tersebut.
4.
Pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam
mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan
orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu
(misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai. (Suwarsono.2001)
b. Kesulitan dalam implementasi pembelajaran matematika realistik
Adanya
persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat muncul justru
menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan
tersebut, yaitu:
1.
Tidak mudah
untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai
siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu
merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.
2.
Pencarian
soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan
matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut
harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3.
Tidak mudah bagi
guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan
soal atau memecahkan masalah.
4.
Tidak mudah bagi
guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali
konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
Walaupun pada
pendekatan PMR memiliki kesulitan-kesulitan dalam upaya implementasinya, namun
penulis optimis bahwa kendala-kendala tersebut hanya bersifat sementara. Hal
ini sangat tergantung dari upaya dan kemauan yang sungguh-sungguh dari guru,
serta respons siswa untuk menerapkannya pada kegiatan belajar mengajar di
kelas, kiranya berbagai kesulitan tersebut lambat laun dapat diatasi. (Masbied.2010)
G.
Pengembangan Pembelajaran Matematika Realistik di
Indonesia
Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Pendidikan hendaknya dikelola,
baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut dapat dicapai dengan
terlaksananya pendidikan yang tepat waktu dan tepat guna untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sejalan dengan upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekolah merupakan lembaga formal
penyelenggara pendidikan. Melalui aktivitas belajar tersebut diharapkan dapat
meningkatkan pengalaman belajar sehingga proses pembelajaran akan menjadi lebih
bermakna bagi siswa. Pelaksanaannyapun harus dilaksanakan dengan pendekatan
belajar yang relevan dengan paradigma pendidikan sekarang. Paradigma baru pendidikan sekarang ini lebih menekankan
pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan
berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan.
Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar,
aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang
lain dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi .Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan
pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma
pendidikan sekarang. PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma
pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar. PMRI selama ini merupakan sebuah pendekatan pembelajaran
matematika yang relatif baru dan belum semua kalangan dalam dunia pendidikan
mengenalnya. Pembelajaran matematika selama ini terlalu dipengaruhi
pandangan bahwa matematika adalah alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong
guru bersikap cenderung memberi tahu konsep/ sifat/ teorema dan cara
menggunakannya. Guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke pikiran
anak dan anak menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Adakalanya siswa
menjawab soal dengan benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan atas
jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana
asalnya rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan. Keadaan demikian mungkin
terjadi karena di dalam proses pembelajaran tersebut siswa kurang diberi
kesempatan dalam mengungkapkan ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga
kurang terbiasa untuk mengungkapkan ide-ide atau alasan dari jawabannya.
Perubahan cara berpikir yang perlu sejak awal diperhatikan ialah bahwa hasil belajar siswa meruapakan tanggung jawab siswa sendiri. Artinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa sendiri dan pengalaman belajarnya. Tanggung jawab langsung guru sebenarnya pada penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang baik (Marpaung, 2004). Pengalaman belajar akan terbentuk apabila siswa ikut terlibat dalam pembelajaran yang terlihat dari aktivitas belajarnya. PMRI juga menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi realistik. Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata (Zulkarnain, 2002).
Perubahan cara berpikir yang perlu sejak awal diperhatikan ialah bahwa hasil belajar siswa meruapakan tanggung jawab siswa sendiri. Artinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa sendiri dan pengalaman belajarnya. Tanggung jawab langsung guru sebenarnya pada penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang baik (Marpaung, 2004). Pengalaman belajar akan terbentuk apabila siswa ikut terlibat dalam pembelajaran yang terlihat dari aktivitas belajarnya. PMRI juga menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi realistik. Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata (Zulkarnain, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, M. 2001. Realistics Mathematics Educations (RME): Sebuah
harapan baru dalam pembelajaran matematika. Makalah Seminar.
Disajikan pada Seminar Nasional RME di UNESA Surabaya, 24 Februari.
Caslam. 2007. Implementasi Model
Pembelajaran Realistic
Mathematic
Education.
Tersedia di http: //digilib. unnes. ac. id/ gsdl/
collect/ skripsi/ index/ assoc/ HASH010d/9e454df9.dir/doc.pdf. Diakses
tanggal 23 September 2010
Dimyati, Dr dan Drs. Mudjiono.
2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Gravemeijer
(1994: 82) http:
//ironerozanie. wordpress. com/2010/03/03 /realistic – mathematic – education –
rme – atau – pembelajaran –matematika – realistik -pmr/. Diakses
tanggal 24 September 2010.
I Gusti Putu
Suharta.2009. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik.Yogyakarta.
Universitas Negeri Yogyakarta
Ika fitriyani.
2009. Pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik. Tersedia di http://etd.eprints.ums.ac.id/7223/1/A410050245.PDF.
Diakses tanggal 22 September 2010
Masbied.2010. Implementasi
Pembelajaran Matematika Realistik tersedia di http://www.masbied.com/2010/03/20/implementasi-pembelajaran-matematika-realistik-setting-kooperatif-materi-aritmetika-sosial-pada-siswa-kelas-vii-smp/
. Diaskes 22 September 2011
Massofa.
2008. Pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik. Tersedia di http:
//massofa. wordpress. com /2008/09/13/ pendekatan pembelajaran - matematika-realistik/. Diakses
tanggal 23 September
2010
Scribd. 2011.
Pembelajaran Matematika Realistik. Tersedia di http://www.scribd.com/doc/52317899/Pembelajaran-Matematika-Realistik.
Diaskes 22 September 2011
Soekamto, Toeti dan
Udin Saripudin Winataputra. 1977. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran.
Jakarta: Universitas Terbuka
Waraskamdi. 2008. Pembelajaran Matematika. Tersedia
di http: //waraskamdi.
com/ index2ni. Diakses tanggal 22 September 2011
Wordpress. 2011.
Pendidikan Matematika Realistik Di Indonesia. Tersedia di http://h4mm4d.wordpress.com/2009/02/27/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmri-indonesia/
Diaskes 22 September 2011
Terimakasih atas semua penjelasan tentang teori belajar sebab hal ini menambah wawasan bagi kami selaku pembaca
BalasHapusterima kasih. artikel ini membantu saya
BalasHapusThank you this is useful https://www.ecomparemo.com/personal-loan
BalasHapus