BAB
VI
PENDEKATAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
A. Latar Belakang
Sejauh ini, pembelajaran masih
didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai suatu fakta untuk dihapal.
Pembelajaran tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan
pengetahuan yang bersifat teoritis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman
belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan
permasalah-permasalahan aktual yang terjadi di lingkungannya. (Rusman:2010)
Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil
setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”.
Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan
asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna
yang kemudian disebut dengan proses akomodasi.
Pendapat Piaget tentang bagaimana
sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat
berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model
pembelajaran kontekstual (contextual
teaching and learning/CTL). Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan
itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.
Dewasa ini pembelajaran
kontekstual telah berkembang di Negara-negara maju dengan berbagai nama. Di
negeri Belanda berkembang Realistic
Mathematics Education (RME) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika
harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika berkembang Contextual Teaching and Learning/CTL yang intinya membantu guru untuk mengaitkan
materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa dan memotivasi siswa untuk
mengaitkan pengetahuan yang dipelajari dengan kehidupan mereka. Sementara itu
di Michigan juga berkembang Connected
Mathematics Project (CPM) yang bertujuan mengintegrasikan ide matematika ke
dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan siswa dapat memahami apa yang
dipelajari dengan baik dan mudah.
B. Pengertian
CTL atau contextual teaching and learning adalah sebuah sistem pengajaran
yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan
akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. (Sugiyanto: 2009)
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari
guru ke siswa. Strategi atau proses pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil.Karena untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang
aplikatif bagi siswa, diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri (learning to do), bahkan sekedar
pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang
disampaikan guru. (Rusman: 2010)
Dalam kelas kontekstual, tugas
guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru
bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri
bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan
pendekatan kontekstual.Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna,
sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik),
akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa
bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di
lingkungannya (keluarga dan masyarakat). (Rusman: 2010)
Menurut Johnson 2002 : 25 (dalam
Nurhadi) CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa
melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan nyata mereka sehari-hari, yaitu dengan
konteks lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya.
Menurut Hower R. Kenneth (2001) CTL
adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar diman siswa
mengguanakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam
dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulative ataupun
nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Sedangkan menurut Yoyo: 2006 CTL adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menciptakan kondisi tersebut diperlukan strategi
belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak
mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong
siswa mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui strategi CTL,
siswa diharapkan belajar mengalami bukan menghafal. (Sugiyanto: 2009)
Jadi, Contextual Teaching and Learning/CTL merupakan pembelajaran
yang dimulai dengan sajian atau tanya
jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata siswa (Daily Live Modelling), sehingga akan
terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia
pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif, nyaman dan
menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktifitas siswa, siswa
melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan
kemampuan sosialisasi.Melalui pendekatan pembelajaran kontekstual, mengajar
bukanlah transformasi pengetahuan dari guru kepada siswadengan menghapal
sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan
tetapi ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bias
hidup (life skill) dari apa yang
dipelajarinya. (Rusman: 2010)
C. Landasan Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual/CTL
Landasan filosofi CTL adalah
kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka
sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan. Kontruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh
John Dewey pada awal abad ke-20, yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan
pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. (Sugiyanto: 2009)
Dipandang dari sudut psikologis, CTL
berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar
terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa
mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon. Belajar melibatkan proses
mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau
pengalaman.
Ada yang perlu dipahami tentang pbelajar
dalam konteks CTL.
1.
Belajar bukanlah
menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan
pengalaman yang mereka miliki
2.
Belajar bukan sekedar
mengumnpulkan fakta yang lepas-lepas.
3.
Belajar adalah proses
pemecahan masalah
4.
Belajar adalah proses
pengalaman sendiri yang berkembang dari yang sederhana menuju yang kompleks
5.
Belajar pada hakikatnya
adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.
D. Karakteristik
Menurut
Johnson 2002 : 24 (dalam Nurhadi) ada delapan komponen utama pembelajaran
kontekstual, yaitu:
1.
Melakukan hubungan yang
bermakna (Making Meaningful Connection)
Siswa
dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minat secara individu, orang
yang dapat bekerja sendiri atau kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil
berbuat.
2.
Melakukan
kegiatan-kegiatan yang signifikan (Doing
Significant Work)
Siswa
membuat hubungan–hubungan antara sekolah sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat,
siswa juga melakukan pekerjaan yang siginifikan (doing significant work). Yaitu pekerjaan yang memiliki suatu
tujuan, memiliki kepedulian terhadap orang lain, ikut serta dalam menentukan
pilihan, dan menghasilkan produk. (Saliman: 2008: slide 8)
3.
Belajar yang diatur
sendiri (Self – Regulated Learning)
Siswa
melakukan pekerjaan yang signifikan (ada tujuannya, urusannya dengan orang
lain, hubungannya dengan penentuan pilihan dan ada produk/hasil yang sifatnya
nyata). Pembelajaran mandiri (self-regulated
learning) dapat membangun minat
individual siswa untuk bekerja sendiri ataupun kelompok dalam rangka mencapai
tujuan yang bermakna dengan mengaitkan antara materi ajar dan konteks kehidupan
sehari-hari (Saliman: 2008: slide 9).
4.
Bekerja sama (Colaborating)
Dalam
hal ini guru membantu siswa bekerja sama secara efektif dalam kelompok,
membantu mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi. Bekerjasama (collaborating) untuk membantu siswa
bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka untuk mengerti bagaimana
berkomunikasi/berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang
ditimbulkannya (Saliman: 2008: slide 9).
5.
Berfikir kritis dan
kreatif (Critical and Creative Thinking)
Dalam
hal ini, siswa dapat menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara
kritis dan kreatif, siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan
kreatifnya dalam pengumpulan, analisis dan sintesa data, memahami suatu
isu/fakta dan pemecahan masalah (Saliman: 2008: slide 10).
6.
Mengasuh atau
memelihara pribadi siswa (Nurturing the
Individual)
Siswa
dapat memelihara pribadinya, siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan dari
orang dewasa.
7.
Mencapai standar yang
tinggi (Reaching High Standards)
Siswa
mengenal dan mencapai standar yang tinggi. Guru memperlihatkan kepada siswa
cara mencapai apa yang disebut Exellence.
8.
Penilaian yang
sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian autentik adalah suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk
menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif yang memungkinkan siswa dapat
mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas dan
menyelesaikan masalah (Saliman: 2008: slide 11). Sekaligus mengekspresikan
pengetahuan dan keterampilannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat
ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah (Hymes, 1991).
Penilaian ini adalah simulasi yang dapat mengekspresikan prestasi (performance)
siswa yang ditemui di dalam praktek dunia nyata. Penilaian ini dapat dilakukan
dengan cara :
·
Mengukur pengetahuan
dan keterampilan siswa
·
Penilaian produk
(kerja)
·
Tugas-tugas yang
relevan dan kontekstual
Cara di atas dapat memacu minat siswa agar dapat menggunakan informasi
akademis baru dan keterampilannya kedalam situasi nyata untuk tujuan yang
signifikan.
9.
Laporan kepada orang
tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum,
karangan siswa, dll.
10. Dinding
kelas dan lorong penuh dengan hasil karya siswa
11. Menggunakan
berbagai sumber
12. Siswa
aktif dan sharing dengan teman (Depdiknas: 22)
E. Fokus Pembelajaran
Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan
siswa didalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan
materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan
individual siswa dan peranan guru. Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran
kontekstual harus menekankan pada hal-hal berikut:
1.
Belajar berbasis masalah (problem - based learning)
Yaitu suatu pendekatan pengajaran yangn
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tenrang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran
2.
Pengajaran autentik (authentic intruction)
Yaitu pendekatan pengajaran yang
memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna
3.
Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning)
Yang membutuhkan strategi pengajaran yang
mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna,
antaralain :
· Proses perpindahan dari pengamatan menjadi
pemahaman
· Siswa belajar menggunakan keterampilan
berfikir kritis
4.
Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning)
Yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran
komprehensif
dimana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan
penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik
mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya.
5.
Belajar berbasis kerja (work-based learning)
Yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran
yang memungkinkan siswa mrnggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari
materi pelajaran berbsis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan
kembali ditempat kerja.
6.
Belajar berbasis jasa-layanan (service learning)
Yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang
mengkombinasikan jasa-layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis.
7.
Belajar kooperatif (cooperative learning)
Yang memerlukan pendekatan pengajaran
melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar.
F. Prinsip Penerapan
Pembelajaran Kontekstual
Beberapa prinsip yang harus dipegang
oleh guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual, antara lain :
1.
Merencanakan pembelajaran sesuai
dengan kewajiban perkembangan mental (Developmentally
Appropriate) siswa.
2.
Membentuk kelompok
belajar yang saling tergantung (Independent
Learning Groups)
3.
Kesalingtergantungan mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung
untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan
rekannya. Hal ini tampak jelas ketika subjek yang berbeda dihubungkan, dan
ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan kornunitas
(Sugiyanto: 2009: 15).
4.
Menyediakan lingkungan yang mendukung (Self – Regulated learning)
Hal ini membangun minat individual siswa untuk bekerja
sendiri ataupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna dengan
mengaitkan antara materi ajar dan konteks kehidupan sehari-hari (Sugiyanto: 2009: 15).
5.
Mempertimbangkan
keragaman siswa (Disversity of Students)
Keragaman atau differensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang
para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati
perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk
menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa
keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan (Sugiyanto: 2009: 15).
6.
Memperhatikan
multi – intelegensi (Multiple Intelegences)
7.
Menggunakan
teknik-teknik bertanya (Questioning)
8.
Menerapkan
penilai autentik (Authentic Assesment)
Yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa
untuk mempelajari konteks bermakna melalui pengembangan keterampilan berpikir
dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata (Saliman:
2008: slide 12).
G. Tujuh Komponen Utama
Pembelajaran Kontekstual
1.
Kontruktivisme (Contructivism)
Kontruktivisme adalah proses membangun dan menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut
kontruktivisme, pengetahuan memang berasal dari luar tetapi dikontruksi dalam
diri seseorang, oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting
yaitu obyek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subyek untuk
mengintrepretasi obyek tersebut (Sugiyanto: 2009: 17).
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong – konyong,
pengetahuanbukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata.
2.
Menemukan (Inquiri)
Inquiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian
dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis (Sugiyanto: 2009: 17).Inquiri merupakan
inti dari pembelajaran berbasis CTL, pengetahuan dan keterampilan yangdiperoleh
siswa hasil dari menemukan sendiri.Kegiatan inquiri merupakan sebuah siklus,
siklus tersebut terdiri dari langkah – langkah sebagai berikut :
·
Merumuskan
masalah (dalam mapel apapun)
·
Mengajukan
hipotesa
·
Mengumpulkan
data melalui observasi
·
Menganalisis
dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya
lainnya (menguji hipotesa).
·
Mengkomunikasikan
atau menyajikan hasil karya pada pembaca, , teman sekelas, atau audiens yang
lain (membuat kesimpulan).
3.
Bertanya (Question)
Bertanya adalah induk dari strategi pembelajaran
kontekstual, awal dari pengetahuan, jantung dari pengetahuan, dan aspek penting
dari pembelajaran. Dalam pembelajaran model CTL guru tidak menyampaikan
informasi begitu saja tetapi memancing siswa dengan bertanya agar siswa dapat
menemukan jawabannya sendiri (Sugiyanto: 2009: 17). Pengembangan keterampilan
guru dalam bertanya sangat diperlukan, hal ini penting karena pertanyaan guru
menjadikan pembelajaran lebih produktif, yaitu berguna untuk :
·
Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan
pembelajaran
·
Membangkitkan
motivasi siswa untuk belajar
·
Merangsang
keinginan siswa terhadap sesuatu
·
Memfokuskan
siswa pada sesuatu yang diinginkan
·
Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu
·
Menyegarkan
pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa
4.
Masyarakat belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar didasarkan pada pendapat Vygotsky bahwa pengetahuan dan pengalaman anak dapat
dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain (Sugiyanto: 2009: 18).Konsep
masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran didapat dari hasil kerja sama
dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang
belum tahu. Masyarakat belajar akan berjalan baik jika terjadi komunikasi dua
arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat aktif dalam komunikasi pembelajaran
saling belajar. (Rusman: 2010)
Manfaatnya yaitu melatih siswa untuk bekerjasama,
memberi, dan meminta informasi, prakteknya di kelas terwujud dalam :
a.
Pembentukan kelompok
kecil
b.
Pembentukan kelompok
besar
c.
Mendatangkan nara
sumber atau ahli
d.
Bekerja dengan kelas
sederajad
e.
Bekerja dengan sekolah
diatasnya
f.
Bekerja kelompok dengan
kelas diatasnya
g.
Bekerja dengan
masyarakat
5.
Pemodelan (Modeling)
Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa, contohnya membaca berita, membaca
lafal bahasa, mengoperasikan instrumen memerlukan contoh agar siswa dapat
mengerjakan dengan benar (Sugiyanto: 2009: 19).
Dalam pembelajaran ada model yang ditiru (Bagaimana cara
belajar), misalnya cara membaca peta, cara menemukan kata kunci. Guru bukan
satu-satunya model, bisa dari siswa atau narasumber
6.
Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajarinya dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembali kejadian atau
peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya untuk mendapatkan pengalaman yang
dicapai, baik yang bernilai positif atau yang bernilai negatif (Sugiyanto:
2009: 19).
Refleksi juga merupakan cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari
atau berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan dimasa lalu, realisasi
refleksi antara lain:
a.
Pertanyaan langsung
tentang apa yang diperoleh pada hari tersebut
b.
Catatan atau jurnal di
buku siswa
c.
Kesan atau saran siswa
mengenai hal tersebut
d.
Diskusi
e.
Hasil karya
7.
Penilaian yang
Sebenarnya (Authentic Assesment)
Adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Karakteristik Authentic Assesment antara lain :
a.
Diselenggarakan selama
dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
b.
Bisa digunakan untuk
formatif maupun sumatif
c.
Mengukur keterampilan
dan performansi, bukan mengingat fakta
d.
Berkesinambungan
e.
Terintegrasi
f.
Dapat digunakan sebagai
feed back
H. Penerapan CTL di Kelas
Menurut Yoyo (2006), secara garis besar
langkah-langkah penerapan CTL dikelas antara lain :
1.
Kembangkan pemikiran
bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2.
Laksanakan sejauh
mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3.
Kembangkan sifat ingin
tahu siswa dengan bertanya.
4.
Ciptakan masyarakat
belajar.
5.
Hadirkan model sebagai
contoh pembelajaran
6.
Lakukan refleksi di
akhir pertemuan
7.
Lakukan penilaian yang
sebenarnya dengan berbagai cara
Pengaitan yang dilakukan dalam CTL cocok diterapkan mulai dari sekolah dasar hingga
universitas. Adapun contoh konkrit penerapan metode pembelajaran kontekstual di
dalam kelas yaitu,
Seorang guru matematika memberikan tugas kepada siswanya tentang kegiatan
dimasa datang serta cara “menabung untuk masa pensiun”, ada dua rumus, yaitu
menentukan jumlah uang yang akan didapatkan setelah seseorang menabung dalam
jangka waktu tertentu ditambah bunga. Atau dengan menentukan total uang yang
akan diterima setelah seseorang melakukan pembayaran dalam satu periode waktu
tertentu. Para siswa kemudian diminta untuk menghitung dan membandingkan
berbagai macam rencana pensiun dengan menggunakan dua rumus tersebut. Para
siswa harus membuat rencana pensiun berdasarkan data terkini. Mereka belajar
“presentase, evaluasi rumus, pemecahan masalah, penukaran uang” dengan
menggunakan kalkulator grafik dan lembar kerja komputer. Para siswa melihat
perbedaan jumlah uang apabila program pensiun dimulai lebih awal.
I.
Peranan
Guru
Agar proses pengajaran kontekstual lebih
efektif, guru perlu melaksanakan beberapa hal sebagai berikut :
1.
Menguji konsep dan
kompetensi dasar yang akan dipelajari siswa
2.
Memahami latar belakang
sekolah dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama
3.
Mempelajari lingkungan
sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnya memillih dan mengaitkan dengan
konsep dan kompetensi yang akan dibahasdalam proses pembelajaran kontekstual
4.
Merancang pengajaran
dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan
pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan kehidupan mereka
5.
Melaksanakan pengajaran
dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari
dengan pengetahuan/pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya
6.
Melakukan penilaian
terhadap pemahaman siswa
J.
Strategi
Pembelajaran Kontekstual
Center
of Occupational Research and Development (CORD)
menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran
kontekstual, yaitu :
1.
Relating:
belajar berkaitan dengan konteks pengalaman hidup nyata
2.
Experiecing:
belajar ditekankan pada penggalian, penemuan, dan penciptaan
3.
Applying:
belajar bilamana pengetahuan di presentasikan didalam konteks pemanfaatanya
4.
Cooperating:
belajar melalui konteks komunikasi inter personal, pemakaian bersama, dan
sebagainya. Misalnya belajar berkelompok di dalam kelas dan mengadakan penelitian bersama antar siswa.
5.
Transferring:
belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi dan konteks baru,
misalnya melakukan asimilasi dan akomodasi antara materi pelajaran yang telah
dikuasai dengan materi pelajaran yang baru diperoleh, sehingga siswa dapat
lebih memahami secara mendalam tentang
materi pelajaran yang telah diperolehnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dwijatmiko,yoyo.2006. PendekatanKontekstual ( Contextual
Teaching and Learning )
Banyumas : Dinas Pendidikan
Nurhadi, dkk, Pembelajaran Kontekstual Dalam
Pengembangan KBK.Penerbit Universitas Negri Malang
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sugianto.
2009. Model-Model Pembelajaran
Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar