KELOMPOK
IV
ANGGOTA :
Ratna
Puspita Dewi (1001060049)
Widia
Lestari (1001060051)
Wijie
Ciptaning Rizki (1001060066)
Irwan
Budianto (1001060069)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2011
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
A.
PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING TIPE JIGSAW
Model
pembelajaran Cooperative Learning
merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran
kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative
Learning dapat didefinisikan sebagai
sistem kerja atau
belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah
lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan
positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama,
dan proses kelompok.
Cooperative
Learning adalah suatu strategi
belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah
satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran
kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif,
belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran.(Agus
Suprijono, 2009)
Pembelajaran koperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain
dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Metode jigsaw juga merupakan teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa,
bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan
pembelajaran, selain itu teknik ini memberikan pelajaran kepada siswa untuk
mempertahankan tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi.(Agus Suprijono, 2009)
Pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada
anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana
siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung
jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw,
terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk
siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang
keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.
Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang
berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan
menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian
dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa model
pembelajaran tipe jigsaw memiliki
dampak yang positif terhadap kegiatan belajar mengajar, yakni dapat
meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran.
B. SEJARAH
ATAU LATAR BELAKANG JIGSAW
Jigsaw pertama kali
dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di
Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di
Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al.
sebagai metode Cooperative Learning.
Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan,
ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar
belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar
bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Jigsaw di desain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan
demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari
tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli)
saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan
kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk
menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka
pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Siswa diajak untuk berinteraksi secara
positif dengan siswa-siswa lain dengan latar belakang yang sangat berbeda dalam
kegiatan akademis. Dan memang konflik rasialis berhasil dikurangi secara
drastis dan prestasi akademik pun
jadi
meningkat. Ternyata orang eropa sendiri mulai menyadari bahwa individualisme
saja tidaklah cukup. Keberhasilan orang-orang amerika di berbagai kehidupan
sudah mendapat pengakuan di seluruh dunia. Namun, patut dipertanyakan apalah
artinya keberhasilan pribadi jika tidak ditindak lanjuti dan diterapkan dalam
masyarakat. Banyak penemuan dalam bidang iptek berasal dari Amerika Serikat
namun, ironisnya yang lebih bisa mengembangkan menikmati hasil temuan ini
adalah bangsa lain yang lebih terbiasa untuk lebih bekerjasama dalam saling
ketergantungan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
diantaranya adalah dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat para anggota
kelompok. Para siswa harus mempunyai niat intuk bekerjasama dengan yang lainnya
dalam kegiatan belajar yang akan saling menguntungkan. Selain niat, para siswa
juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.
Dalam hal penataan ruang kelas pada tipe jigsaw
perlu memperhatikan prinsip-prinsip tertentu. Bangku perlu ditata
sedemikian rupa, sehingga semua siswa bisa melihat guru/papan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan
kelompoknya dengan merata. Jarak antar kelompok bisa saling berdekatan dengan
satu sama lain, tetapi tidak mengganggu kelompok yang lain dan guru bisa
menyediakan sedikit ruang
kosong disalah satu bagian kelas untuk kegiatan lain.
C.
PERSIAPAN
Banyak dijumpai di kelas pembelajaran kooperatif tidak
berjalan efektif, meskipun guru telah menerapkan unsur-unsur pembelajaran
kooperatif. Diskusi sebagai salah satu mekanisme membangun kooperatif tidak
berjalan efektif karena banyak hal. Diskusi banyak didominasi oleh salah
seorang peserta didik yang telah mempunyai skemata tentang apa yang akan
dipelajari. Fenomena ini menunjukkan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif
membutuhkan persiapan yang matang.
Persiapan yang harus dilakukan adalah
1. Peserta didik harus sudah memiliki skemata atau
pengetahuan awal tentang topik atau materi yang akan dipelajari.
2. Peserta didik sudah harus mempunyai keterampilan
bertanya, keterampilan ini penting sebab pembelajaran kooperatif tidak akan
efektif jika peserta didik tidak mempunyai kompetensi bertanya jawab. Tanya
jawab merupakan proses transaksi gagasan atau ide intersubjektif dalam rangka
membangun pengetahuan.
3. Pembelajaran kooperatif membutuhkan dukungan
pengalaman peserta didik baik berupa pengetahuan awal maupun kemampuan bertanya
jawab. Pengalaman awal bisa dibangun melalui aktivitas membaca.(Agus
Suprijono,2009)
D.
PROSES
Langkah-Langkah
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Guru menginformasikan kepada siswa
tentang sistem pembelajaran tipe jigsaw. Sebelum bahan pelajaran diberikan,
guru memberikan pengenalan melalui topik yang akan dibahas dalam bahan
pelajaran untuk hari tersebut. Pengajar bisa menuliskan topik dipapan tulis dan
menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut.
Adapun langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
1. Guru
membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri
dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok
asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian
materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai.
2. Guru
membagi materi sejumlah
kelompok dalam kelas tersebut.
3. Tiap siswa dalam kelompok diberi bagian materi yang
berbeda.
4.
Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik
yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran baru.
5.
Siswa berpencar membentuk kelompok baru ( kelompok ahli ) menurut materi yang sama.
6.
Setelah
selesai diskusi sebagai kelompok ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal
dan bergantian mengajar pada teman satu kelompok mereka tentang sub bab yang
mereka diskusikan pada kelompok ahli. Selanjutnya dilakukan
presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok
untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat
menyamakan persepsi pada materi pembelajaran (Depdikbud 1996)
7. Sebelum pembelajaran diakhiri, dilakukan diskusi
dengan seluruh kelas
8. Guru menutup pembelajaran dengan memberikan review
terhadap topik yang telah dipelajari (Agus Suprijono : 2009)
Selain itu guru juga dapat mengatur strategi jigsaw dengan dua cara:
1. Pengelompokkan Homogen
Instruksi: Kelompokkan para peserta
yang memiliki kartu nomor yang sama. Misalnya, para peserta akan diorganisir
ke dalam kelompok diskusi berdasarkan apa yang mereka baca. Oleh karena itu,
semua peserta yang membaca Bab 1, Bab 2, dst, akan ditempatkan di kelompok yang
sama.
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua
menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di atas meja.
Kelebihan: Pengelompokan semacam
ini memungkinkan peserta berbagi perspektif yang berbeda tantang bacaan yang
sama, yang secara potensial diakibatkan oleh pemahaman yang lebih mendalam
terhadap salah satu bab. Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses
analisis daripada hanya sekedar narasi sederhana.
Kelemahan: fokusnya sempit (satu
bab) dan kemungkinan akan berlebihan.
2. Pengelompokkan Heterogen
Instruksi: Tempatkan para peserta
yang memiliki nomor yang berbeda-beda untuk duduk bersama. Misalnya, setiap
kelompok diskusi kemungkinan akan terdiri atas 4 individu: satu yang telah
membaca Bab 1, satu yang telah membaca Bab 2, dsb.
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua
menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di setiap meja.
Biarkan para peserta mencari tempatnya sendiri sesuai bab yang telah mereka
baca berdasarkan “siapa cepat ia dapat”.
Kelebihan: Memungkinkan “peer instruction”
dan pengumpulan pengetahuan, memberikan peserta informasi dari bab-bab yang
tidak mereka baca.
Kelemahan: Apabila satu peserta
tidak membaca tugasnya, informasi tersebut tidak dapat dibagi/ didiskusikan.
Potensi untuk pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagi
informasi.(Sunarto, 2009)
E.
HAMBATAN
DAN UPAYA
DALAM PELAKSANAAN
1.
Hambatan
Dalam pelaksanaan pembelajaran di
sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang
sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama
dalam penerapan model pembelajaran Cooperative
Learning khususnya pada tipe jigsaw diantaranya
adalah sebagai berikut :
a.
Kurangnya
pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative
b.
Jumlah siswa
yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses
pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai
arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
c.
Kurangnya
sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning jigsaw.
d.
Kurangnya
buku sumber sebagai media pembelajaran.
e.
Minimnya sarana dan prasarana
yang dapat mendukung teknik pembelajaran.
f.
Terbatasnya
pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung
proses pembelajaran.
2.
Upaya yang
harus dilakukan agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative
Learning jigsaw dapat berjalan dengan baik :
a.
Guru
senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan
menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
b.
Pembagian
jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
c.
Diadakan
sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative learning.
d.
Menambah buku sumber sebagai
media pembelajaran.
e.
Meningkatkan
sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
f.
Mensosialisasikan
kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat
mendukung proses pembelajaran.
F.
MANFAAT
YANG DIPEROLEH
Secara
psikologis model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini memberikan
manfaat yang sangat besar terhadap siswa, antara lain :
1. memotivasi
siswa untuk belajar giat karena adanya tekanan dari teman kelompoknya serta
menyadari akan penilaian yang berkelanjutan,
2. menghilangkan
rasa takut pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya dan menjawab pertanyaan,
dan
3. menumbuhkan
kemampuan kerja sama siswa, berfikir kritis dan kemampuan membantu teman.
Hal
ini sesuai dengan pendapat Khoirul dalam
Supriyadi (2003) mengemukakan beberapa tujuan khusus model pembelajaran tipe Jigsaw
diantaranya adalah mengkaji kebergantungan positif dalam menyampaikan dan
menerima informasi diantara anggota kelompok untuk mendorong kedewasaan
berfikir dan menyediakan kesempatan berlatih bicara (dan mendengar) untuk
berlatih dalam menyampaikan informasi.(Aceng Haetami dan Supriyadi, 2010)
G.
PENGHARGAAN KELOMPOK
Cara-cara penentuan nilai penghargaan
kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut.
Langkah-langkah memberi
penghargaan kelompok:
1. Menentukan
nilai dasar (awal) msaing-masing siswa.
2. Menentukan
nilai tes yang dilaksanakan siswa setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal
nilai kuis I, nilai kuis II atau rata-ratanya kepada setiap siswa yang kita
sebut sebagai kuis
terkini.
3. Menentukan
nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih
nilai kuis terkini dan nilai dasar
masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini:
Kriteria
|
Nilai
Peningkatan
|
Nilai kuis terkini turun lebih dari 10
poindibawah nilai awal
|
5
|
Nilai
kuis terkini turun 1 sampai 10 poin dibawah nilai awal
|
10
|
Nilai
kuis terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 diatas nilai awal
|
20
|
Nilai
kius terkini lebih dari 10 diatas nilai awal
|
30
|
Penghargaan
kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh
masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik, dan
sempurna.
Kriteria untuk status
kelompok
Cukup,
bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-rata nilai
peningkatan kelompok <15)
Baik,
bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15≤ rata-rata nilai
peningkatan kelompok<20)
Sangat baik,
bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 (20≤ rata-rata nilai
peningkatan kelompok<25)
Sempurna,
bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan 25(rata-rata
nilai peningkatan kelompok≥25). (Yusuf, 2003).
Menurut
Slavin (1994:71) rencana pembelajaran kooperatif Jigsaw dapat diatur sebagai berikut:
1)
Membaca: siswa memperoleh materi dan
membaca materi tersebut untuk mendapatkan informasi.
2)
Diskusi kelompok ahli: siswa dengan
materi yang sama bertemu untuk mendiskusikan materi tersebut.
3)
Diskusi kelompok asal: kelompok ahli
kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan materi tersebut pada kelompoknya.
4)
Kuis:
siswa
memperoleh kuis individu yang mencangkup semua materi.
5)
Penghargaan kelompok: perhitungan skor
kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.
Pada pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw, diakhir
pembelajaran, siswa diberi tes/ kuis secara individu yang mencakup materi yang
telah dibahas. Selanjutnya, hasil tes siswa tersebut diberi poin peningkatan
yang ditentukan berdasarkan selisih skor terdahulu (skor dasar dengan skor
akhir). Tujuan dari skor dasar dan poin peningkatan individu adalah untuk
meyakinkan siswa bahwa setiap siswa dapat memberikan poin maksimal pada
kelompoknya.
H.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN
1.
Kelebihan
a. Meningkatkan
kemajuan belajar (pencapaian akademis)
b. Menambah
dan percaya diri
c. Mudah
diterapkan dan tidak mahal
d. Mengembangkan
dan menggunakan keterampilan berfikir kritis dan kerja sama kelompok
e. Menyuburkan
hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari latar
belakang yang berbeda
f. Menerapkan
bimbingan oleh teman
g. Menciptakan
lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah
h. Melatih
siswa supaya dapat bekerja sama dalam rangka untuk menyatukan konsep dari hasil kelompok.
i.
Meningkatkan
rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain
j.
Meningkatkan
kerja sama secara cooperative untuk
mempelajari materi yang ditugaskan.(Yusuf 2003)
2.
Kekurangan
Beberapa hal yang mungkin bisa menjadi ‘pengganjal’
aplikasi metode ini dilapangan yang harus kita cari jalan keluar atau
solusinya, menurut (Roy Killen, 1996) adalah:
a. Prinsip utama pola pengajaran ini adalah “peer teaching”, pembelajaran oleh teman
sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami
suatu konsep yang akan di diskusiskan bersama dengan siswa lain. Dalam hal ini
pengawasan guru menjadi hal mutlak di perlukan, agar jangan sampai terjadi “missconception”.
b.
Dirasa sulit
meyakinkan siswa untuk mempu berdiskusi menyampaikan meteri pada teman, jika
siswa tidak punya rasa percaya diri. Pendidik harus mampu memainkan perannya mengorkestrasikan metode
ini.
c.
Rekod siswa
tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik
dan ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe
siswa dalam kelas tersebut.
d.
Awal
penggunaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang
cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran inibisa berjalan
dengan baik.
e.
Aplikasi
metode ini pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Tapi
bisa diatasi dengan model “team
teaching”.
f.
Dengan adanya
pembentukan kelompok maka tingkat kemampuan penguasaan materi pembelajaran
hanya dapat ditinjau dalam lingkup kelompok.
DAFTAR
PUSTAKA
Aceng Haetami dan Supriadi. 2010. Penerapan Model Pembelajaran JIGSAW. _______
Arends.
1997____________________________________________________________
Arends.
2001____________________________________________________________
Depdikbud.1996. Kurikulum Pendidikan
Dasar (Berdasarkan Suplemen 1999). Jakarta: Depdikbud.
Emildadiany,Novi.2008,
cooperative
Learning-Teknik Jigsaw, Google site, <http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-teknik-jigsaw/(Accessed,
3 Oktober 2009).
Istiqomah, Ari. 2004. Skripsi
tentang Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Tipe Jigsaw. Purwokerto. UMP.
Lie A. 2002. Cooperatif Learning. Jakarta.Grasindo.
McMahon, M. 1996, Social Constructivism in the World Widw Web, a Paradigm of Learning,
Google site, <http:/N”vnv.scu.edu.au/ausNveb96/eduen/wild/paper.
hti.nl (Accessed, 2 Oktober 2009).
Suprijono,
Agus. 2009. Cooperative Learning (Teori
dan Aplikasi PAIKEM). Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Sunarto.2009.Pengertian dan Penerapan Metode Jigsaw.
____________________________
Yusuf. 2003. Proses Dan Hasil Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. www.google.com.
20 September 2009. (Diakses tanggal 21 September).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar