Kamis, 14 Maret 2013

Takdir


1.    PENGERTIAN IMAN
Kata “Iman” berasal dari bahasa arab, menurut pengertian bahasa  “Kepercayaan” (faith). Adapun menurut pengertian agama telah dirumuskan oleh Nabi sendiri dalam salah satu hadits :
“ Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab suci-Nya, para rasul-Nya, Hari kemudian, dan engkau percaya kepada Takdir dan buruknya.”
Dari hadits Nabi inilah asal mulanya ajaran tentang enam rukun Iman yang terkenal.
2.    PENGERTIAN QADA DAN QADAR (TAKDIR)
Qadha dan Qadhar dalam pembicaraan sehari-hari selalu disebut dengan Takdir.
*      Qadha’ menurut bahasa memiliki beberapa makna yang berbeda menurut perbedaan struktur kalimatnya, di antaranya berarti :
a.    Hukum, artinya menghukumi, memutuskan.
b.    Perintah, seperti firman Allah SWT : dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.(QS. Al- isra :23).
c.    Kabar, seperti firman Allah : dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, Yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.(Qs. Al-Hijr :66).
d.    Menghendaki
Arti ini dipakai dalam ayat : “Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah Dia.”
*      Adapun Qhadar maka ia adalah Takdir, yaitu menentukan atau membatasi ukuran segala sesuatu sebelum terjadinya dan menulisnya di Lauhul mahfuzh. Firman Allah SWT : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut (Qadhar) ukuran.(QS. Al-Qamar :49).

Makna kata takdir juga bisa berarti ketetapan yang telah dibuat oleh Allah Swt menurut ilmu dan sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan kata lain, segala sesuatu yang telah terwujud di masa lalu, di masa kini maupun di masa yang akan dating, semuanya telah ditetapkan kewujudannya oleh Allah Swt. berdasarkan pada ilmu dan kehendak-Nya. Atau, dengan bahasa yang lebih urai dapat dikatakan, bahwa segala sesuatu yang pernah ada atau yang akan ada di masa mendatang telah ditetapkan oleh Allah Swt. berdasarkan ilmu dan kehendak-Nya.
Qadha adalah hukum Allah yang telah dia tentukan untuk alam semesta ini, dan dia jalankan alam ini sesuai dengan konsekuensi hukumNya dari sunnah-sunnah yang dia kaitkan antara akibat dengan sebab-sebabnya, semenjak dia menghendakinya sampai selama-lamanya, maka setiap apa yang terjadi di alam ini adalah berdasarkan takdir yang mendahuluinya. Ini sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah dan yang telah di atur. Maka apa yang terjadi berarti dia itu telah ditakdirkan dan ditentukan QadhaNya olehNya, dan apa yang belum terjadi berarti belum ditakdirkan dan belum ditentukan Qadhanya. Apa yang ditakdirkan bukan bagianmu, tidak akan mengenaimu dan apa yang ditakdirkan mengenai kamu, tidak akan meleset bagimu.
*      Perbedaan antara qadha dan qadhar
Qadhar  atau takdir ialah sesuatu yang belum ditetapkan benar-benar secara final (rencana pokok,master plan yang belum di ambil keputusan menjalankan), jadi masih bisa diharapkan akan di ubah oleh Allah atas kehendaknya. Dan apabila sudah ditetapkan(di qadha’kan) maka tak dapat di ubah lagi (makhluk tak dapat mengelak/menolaknya), seperti kasus Maryam yang melahirkan Nabi Isa tanpa disentuh oleh seorang manusiapun. Sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an surat Maryam ayat 20-21 : 20. Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" .”21. Jibril berkata: "Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah bagiku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan".
Menurut al-Ragib, “Qadhar” ialah batas/ukuran yang ditetapkan allah SWT untuk semua ciptaannya. Dan Qadha ialah keputusan Allah terhadap suatu peristiwa.

3.    KONSEP IMAN KEPADA TAKDIR (QADHA DAN QADHAR)
*        Iman kepada Qadhar/Takdir Allah artinya :
a)    Percaya bahwa Allah itulah yang menjadikan segala makhluknya dengan kodrat (kekuasaan), iradat (kehendak), dan hikmah-Nya (kebijaksanaan) sebagaimana tersebut dalam surat al-Furqan ayat 2: “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya[1053].” (QS.al-Furqan :2)
[1053] Maksudnya: segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan, sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup.
b)    Percaya bahwa Allah mempunyai beberapa sunnah/hukum dalam menciptakan makhluk-Nya. Sunah/hukum Allah ini tetap berlaku sepanjang masa, dan tidak akan berubah-ubah. Misalnya hukum tuhan yang bersifat universal, yang berlaku untuk semua ciptaan-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Qur’an surat al-A’la ayat 2-3 : 2. yang Menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), 3. dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, (QS. Al-A’la :2-3).
Dengan memperhatikan surat al-A’la ayat 2-3 tersebut dan ayat-ayat al-Qur’an lainnya, dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa ada empat hal yang berlaku untuk semua ciptaan Allah SWT, ialah :

*      Khalaq (creation) : diciptakan Allah
*      Taswiyah (completion) : disempurnakan-Nya
*      Takdir (measure) : ditetapkan ukuran/batasan-Nya
*      Hidayah (guidance) : diberi petunjuk

Makna beriman kepada Qadhar (Takdir) juga berarti percaya bahwa semua yang terjadi, baik atau pun buruk, semua terjadi atas izin Allah swt. Meskipun manusia diberi hak untuk menetapkan pilihan atau berkehendak, tetapi Allah Swt yang menciptakan dan sekaligus memutuskan hasil dari terlaksanakannya kehendak manusia itu. Segala sesuatu yang dikehendaki manusia tidak akan terjadi jika tidak sesuai dengan kehendak Allah Swt. Jika Allah ‘Azza Wa Jalla tidak berkehendak terhadap sesuatu, maka hal itu tidak akan ada masa maupun tempatnya. Andaikata Allah Swt tidak menghendaki sesuatu untuk selama-lamanya, maka sesuatu tersebut tidak akan pernah terjadi.. Seperti firman Allah : 22. tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. 23. (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[1459] terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,
[1459] Yang dimaksud dengan terlalu gembira: ialah gembira yang melampaui batas yang menyebabkan kesombongan, ketakaburan dan lupa kepada Allah.
Ayat-ayat tersebut membuktikan bahwa segala yang terjadi pada alam semesta dan pada jiwa manusia, yang baik maupun yang buruk, semua itu sudah ditakdirkan oleh Allah dan ditulis sebelum diciptakannya makhluk. Maka apa yang tidak didapatkan dari suatu yang disukai tidak mengharuskan rasa susah dan apa yang didapatkan dari kebaikan tidak mengharuskan rasa suka.
Semua yang ditakdirkan Allah adalah untuk sebuah hikmah yang diketahui olehNya. Allah tidak pernah menciptakan kejelekan yang murni, yang tidak melahirkan suatu kemaslahatan. Maka kejelekan dan keburukan tidak di-Nisbat-kan kepadaNya dari sudut pandang sebagai keburukan yang murni, akan tetapi ia masuk dalam rentetan makhlukNya.
Segala sesuatu apabila di-Nisbat-kan kepada Allah adalah keadilan, hikmah dan rahmat. Maka keburukan murni tidak termasuk kedalam sifat Allah dan tidak juga kedalam perbuatanNya. Dia memiliki kesempurnaan mutlak. Hal ini ditunjukan firmanNya : 79. apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.(Qs. An-Nisaa : 79).
Maksudnya, segala kenikmatan dan kebaikan yang diterima manusia adalah berasal dari Allah. Sedangkan keburukan yang menimpanya adalah karena dosa dan kemaksiataannya. Tidak seorangpun bisa lari dari takdir yang telah ditetapkan Allah, pencipta manusia. Tidak ada yang terjadi didalam kerajaanNya ini melainkan apa yang dia kehendaki, dan Allah tidak meridhai kekufuran untuk hambaNya. Dia telah menganugerahi manusia kemampuan untuk memilih dan berikhtiar. Maka segala perbuatan nya adalah terjadi atas kemampuannya dan kemauannya. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki karena hikmahNya. Tidak ditanya apa yang dia lakukan, tetapi merekalah yang akan ditanya tentang amal perbuatan mereka. Oleh karena itu iman kepada Takdir memberikan arti dimana kita wajib mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini, dalam kehidupan dan diri manusia adalah menurut hukum, berdasarkan suatu undang-undang uviversil atau kepastian umum atau Takdir.
Sebagai contoh :
Pertama, bahwa jagat-raya ini isinya antara lain bintang-bintang, dan planet-planet yang semuanya berjalan menurut “hukum Universil”, dalam rotasi, revolusi dan ketimbangan benda-benda langit begitu juga isinya. Yang terdiri dari berbagai jenis benda (padat,cair,dan gas), telah tersusun oleh suatu rumus-rumus tertentu. Ada pula hokum “gravitasi”  (gaya-berat) yang ditemukan oleh Newton . masih banyak lagi dalil-dalil fisika yang telah ditemukan, dan yang belum ditemukan adalah jauh lebih banyak. Semua itu adalah hokum universil (Taqdir) Allah terhadap makhluknya.
Kedua, bahwa dalam diri kita ada roh, dengan roh itulah kita hidup. Akan tetapi kita sama-sekali tidak punya kekuasaan terhadap roh itu. Manakala ia akan memisahkan diri dengan jasmani kita ia tidak akan memandang usia dan kedudukan, kita tidak mampu menahannya dan untuk itu tibalah akhir hayat kita. Begitulah Takdir tuhan. Manusia dalam takdir tuhan!
Ketiga, bahwa setiap manusia lahir kedunia, bukanlah atas kehendaknya sendiri. Manusia lahir tidak memilih bangsa dan tanah air. Semuanya terlepas dari kehendak dan kekuasaan manusia. Padahal bentuk kehidupan seseorang ditentukan oleh derajat pendidikan, social dan rumah-tangganya dimana ia lahir. Masalah ini semuanya bergantung kepada kehendak dan kekusaan Allah semata-mata, berdasarkan atas takdir tuhan.
Keempat, Bahwa pada diri tiap-tiap orang ada yang memiki watak, pembawaan lahir dan bakat yang berbeda satu sama lain. Para ahli dari sosiologi dan psikologi telah menyelediki watak dan pembawaan lahir itulah yang menjadi dasar pertumbuhan seseorang dalam membentuk corak rohaniannya dan secara timbal balik memberikan pengaruh terhadap lingkungannya. Perbedaan perbedaan intelegensi pada manusia mudah nampak pada kita, jika orang harus memcahkan masalah-masalah baru dan soal-soal yang sulit. Yang seseorang dapat memecahkan masalah-masalah atau problem yang sulit, yang seseorang lagi sudah bingung melihat soal yang sederhana saja.tapi yang seorang mudah menolong dirinya dari kesulitan-kesulitan yang seorang dapat juga berlaku demikian, tetapi setelah lama mencari-cari jalan ; yang ketiga samasekali tidak melihat jalan keluarnya (way out) dari kesulitan itu. Demikian lah contoh-contoh praktis dari perbedaan intelegensi yang kita jumpai pada berbagai orang.
Kelima, bahwa tidak pernah terdapat seseorang yang ingin sakit atau gagal. Sehat lahir batin dan sukses, itulah yang selalu menjadi doa dan impian manusia. Karena itulah manusia belajar  tentang kesehatan, ilmu dan metode untuk sukses. Namun kita dihadapkan kepada kenyataan, bahwa pada saat yang tak terduga bahkan pada waktu yang begitu penting bagi kita, secara tiba-tiba jatuh sakit. Suatu urusan yang telah diperhitungkan secara matang, telah pula ditinjau dari berbagai segi, tapi kemudian hanya persoalan kecil saja urusan itu jadi berantakan, gagal. Maka sakit dan gagal bukanlah kehendak manusia. Semuanya adlah peranna takdir, suka atau tidak takdir jua yang berkuasa.
Selanjutnya, mari kita berkelana lagi tentang takdir ini. Kita lihat segi rezki dan keberuntungan manusia. Ada orang yang kerja keras siang malam mencari rezki, tapi rezki itu tak kunjung jua dating menurut yang dicita-citakan. Sebaliknya ada orang yang goyang-goyang kaki saja, namun rezki datnang mengejar dia. Pangkat dan kedudukan demikian pula. Sebaliknya ada orang telah berusaha hendak menjadi orang yang baik. Tiba-tiba dalam separoh perjalanan hidupnya tergoyahlah langkahnya kepada jalan sesat, sehingga dia jadi orang jahat. Kadang-kadang jua ia teringat menjadi orang baik, namun semua habis dalam impian. Walaupun ia benci dan jijik dengan perbuatannya itu sendiri. Hidupnya di akhiri dengan “su’ul khatimah”, di tutup dengan kejahatan. Begitulah takdir Tuhan pada hambanya.

Dengan analisa dimuka menunjukan kekeliruan Ma’bad Al-Juhaeny al-bishry (wafat 699 M) yang telah mendirikan madzhab Qadariyah hidup dan kehidupannya. Disinilah pula kekeliruan kaum Mu’tazilah yang senantiasa melebih-lebihkan kemampuan akal dan melebih-lebihkan kebebasan berbuat manusia.
Percaya kepada takdir Allah  SWT  hendaknya dipahami dan diyakini dengan hati-hati dan didasari dengan iman yang kukuh, pengetahuan yang luas dan ikhlas sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang salah atau terhindar dari aqidah yang menyesatkan. Disamping itu iman kepada takdir tidak boleh menimbulkan sikap malas bekerja, apatis, acuh tak acuh, dan tidak mau berusaha. Kesalahan memahami takdir akan menimbulkan anggapan bahwa manusia itu ibarat robot sehingga tidak mempunyai daya kekuatan dan kekuasaan sedikitpun.
Dalam hal-hal tertentu, manusia mempunyai otoritas atau kebebasan untuk memilih dan berbuat sesuai kodratnya sebagai makhluk. Allah SWT, melalui rasulnya telah memberi petunjuk tentang jalan yang lurus dan harus ditempuh oleh manusia apabila ingin selamat dan bahagia di unia dan akhirat. Manusia melalui otoritasnya itulah yang menentukan sendiri jalan lurus maupun sesat.
Sesungguhnya seseorang yang mengetahui masalah takdir dengan baik, dan sekaligus dapat menangani setiap rahasia yang terdapat dalam Qalbunya, meskipun harus ditempuh setahap demi setahap, adalah seperti seorang yang berhasil menangani segala kesulitannya. Dan, biasanya ia akan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt. Sebab, ia memahami makna dari firman Allah berikut : 96. Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".(QS ASH SAAFFAAT: 96).
Secara umum, segala sesuatu diciptakan oleh Allah Swt. termasuk semua perbuatan manusia, baik perbuatan baik maupun perbuatan jahat. Tetapi hal tersebut bukan berarti Allah Swt. menciptakan kejahatan. Semua yang diciptakan oleh Allah Swt. adalah kebaikan. Kejahatan atau keburukan tidak boleh dinisbahkan kepada Allah Swt.
Sesuatu menjadi baik atau buruk setelah dinisbahkan kepada manusia. Artinya Allah Swt. menciptakan manusia berpotensi untuk melakukan kebaikan dan melakukan kejahatan. Allah Swt. tidak akan perintahkan kepada umat manusia untuk berbuat kebaikan kalau Dia tidak menciptakan manusia itu mampu melakukan kebaikan itu. Begitu pula sebaliknya, Allah Swt. tidak akan larang manusia melakukan kejahatan kalau Dia tidak menciptakan manuisa mampu melakukan kejahatan itu. Dari segi inilah kita meyakini semua perbuatan manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt.
Misalnya kalau Allah tidak menciptakan manusia berpotensi untuk minum khamr, berjudi, berzina, mencuri, dan kejahatan lainnya, tentu tidak perlu Allah melarang mereka melakukan itu semua. Begitu pula sebaliknya, jika Allah tidak menciptakan manusia berpotensi untuk mendirikan shalat, mengerjakan puasa, bersedekah, berjihad, dan amal sholeh lainnya, maka Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya.Justru disitulah letaknya kebijaksanaan dan keadilan Allah Swt.. dia uji manusia dengan sesuatu yang menusia mampu melakukannya, dan Dia beri balasn yang setimpal dengan hasil ujian masing-masing.
Kalau hal di atas dapat kita pahami tentu tidak akan timbul lagi pertanyaan “Jika Allah Swt adalah yang menciptakan kita dan semua perbuatan kita, lalu mengapa Dia mengadili perbuatan jahat yang kita lakukan, sedang Dia yang menciptakannya?”
Jika seseorang menyandarkan seluruh perbuatannya hanya kepada Allah Swt., maka ia akan berusaha untuk berlepas diri dari segala bentuk keburukan yang akan dan telah (pernah) ia lakukan. Ia akan beranggapan, bahwa kebaikan atau keburukan yang telah maupun akan ia lakukan termasuk bagian dari rangkaian takdir serta ketetapan Allah Swt. Sehingga ia tidak akan pernah menolak untuk bertanggung jawab atas segala bentuk keburukan yang pernah ia lakukan, dan ia tidak akan merasa bangga dengan segala jenis kebaikan yang ia telah (pernah) kerjakan.
Hal-hal yang memiliki kaitan dengan qadha dan qadhar antara lain sebagai berikut :
a.  Ikhtiar
Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia akhirat terpenuhi.
Keberadaan qadha dan qadhar tentu saja tidak dimaksudkan untuk  membuat manusia menjadi makhluk pasif yang selalu menerima dan tergantung pada sesuatu. Diam dan pasif bertentangan dengan fitrah  manusia dan ajaran tauhid. Oleh karena itu sikap menggantungkan nasib pada takdir Allah SWT tanpa melakukan usaha atau berikhtiar merupakan sikap yang tidak terpuji. ikhtiar juga harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan ketrampilannya. Akan tetapi jika usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan keras dan tidak berputus asa. Firman Allah SWT : 87. Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(QS. Yusuf : 87).
Kegagalan dalam usaha , anatara lain dikarenakan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Apabila gagal dalam suatu uasah itu sendiri, setiap muslim di anjurkan untuk bersabar karena orang yang bersabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah dan berputus asa.
Kepercayaan kepada takdir memberikan keseimbangan jiwa, tidak berputus asa karena suatu kegagalan  dan tidak pula membanggakan diri  atau sombong karena suatu kemujuran. Sebab segala sesuatu tidak hanya bergantung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan universal, mengembalikan segala persoalan kepada Allah yang maha kuasa. “Agar kamu tidak menjadi putus asa atas kemalangan yang menimpamu, dan tidak pula terlalu bersuka ria atas kemujuran yang datnang kepadamu.” Iman kepada takdir akan meningkatkan ketaqwaan, bahwa baik keburuntungan dan kegagalan dapat di anggap sebagai ujian dari tuhan. Ujian itu perlu diberikan kepada mereka yang beriman agar sejahtera dan bahagia hidupnya.
b.    Tawakal
Tawakal adalah penyerahan sesuatu kepada Allah SWT. Atau menggantungkan urusan diri kepada Allah SWT sedang kita sendiri tidak mengurangi usaha dan tenaga dalam usaha itu. Setelah berikhtiar, orang yang bertawakal harus mengembalikan masalah yang dihadapinya kepada Allah SWT. Setelah benar-benar berikhtiar, ia berpasrah diri Karena memang tidak ada lagi yang dapat dilakukan, kecuali tergantung kepada Allah SWT dan berdoa. Apapun hasil dari apa yang di ikhtiarkan, akan diterimanya dengan sikap tawakal.
Didalam al-Qur’an dan hadits, terdapat banyak ayat dan hadits yang menunujukan kepada kita, bahwa manusia harus tawakal dan tawakalnya itu harus didahului atau sekurang-kurangnya disertai dengan hal-hal sebagai berikut :
*      Kebulatan tekad/kemauan, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Imran ayat 159 : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
*      Usaha dan tenaga (Langkah-langkah yang perlu dilakukan)
Yang dapat membawa seseorang untuk mencapai maksudnya, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat al-Anfaal ayat 60 : 60. dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya.”
*      Siap mental dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Jika usahanya berhasil, bersyukurlah kepada Allah atas karunia dan pertolonganNya. Dan jika ia gagal, bersabarlah dan tidak berputus asa, serta masih kuat kemauannya untuk berusaha lagi. Perhatikan firman Allah dalam QS. An- nahl ayat 41-42 : 41. dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, 42. (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.
*      Macam-macam Takdir
Takdir pertama
Adalah takdir umum (Takdir azali) meliputi segala hal dalam lima puluh ribu sebelum terciptanya langit dan bumi, ketika Allah menciptakan Al Qalam dan memerintahkannya menulis segala apa yang ada sampai hari kiamat. Ini adalah Takdir Azali. Firman Allah : 22. tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(QS. Al-Hadiid :22).”
Takdir Kedua
Takdir Ummuri, yaitu takdir yang diebrlakukan manusia pada awal penciptaannya, ketika pembentukan air sperma sampai pada masa sesudah itu dan bersifat umum, mencakup rezki, perbuatan, kebahagiaan dan kesengsaraan.
Takdir Ketiga
Takdir Sanawi (tahunan) yaitu yang di catat pada malam Lailatul Qadar setiap tahun, firman Allah : 4. pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah[1370], 5. (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul,(QS. Ad-Dukhan : 4-5)
[1370] Yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rezki, untung baik, untung buruk dan sebagainya.
Takdir Keempat
Takdir Yaumi (harian), yaitu yang dikhususkan untuk semua peristiwa yang telah ditakdirkan dalam satu hari, mulai dari penciptaan, rezki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan dan lain sebagainya. Sebagai friman Allah : 29. semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadanya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan[1444]. (QS. Ar-rahman : 29)
[1444] Maksudnya: Allah Senantiasa dalam Keadaan Menciptakan, menghidupkan, mematikan, Memelihara, memberi rezki dan lain lain.
Takdir ini dan kedua takdir sebelumnya (Ummuri dan sanawi) merupakan penjabaran dari takdir Azali.
*      Tingkatan Beriman Kepada Takdir
Iman kepada Takdir memiliki empat tingkatan :
Tingkatan Pertama
Iman kepada ilmu Allah yang merupakan sifat Allah sejak Azali. Dia mengetahui segala sesuatu. Dia mengusai segala sesuat, tidak ada makhluk sekecil apaun dilangit dan dibumi ini yang tidak Dia ketahui. Dia mengetahui seluruh makhluknya sebelum Dia menciptakannya. Dia mengetahui kondisi mereka dan hal ihwal mereka dimasa yang akan mendatang, semuanya baik yang rahasia maupun terang-terangan. Firman Allah : 22. Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Hasyr : 22).
Tingkatan Kedua
Mengimani bahwasanya Allah menulis dan mencatat makhlukNya di Lauh mahfuzh. Tidak ada suatu apapun yang terlupakan. Firman Allah : 22. tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(QS. Al-Hadiid :22).
Tingkatan Ketiga
Iman kepada masyiah (kehendak) Allah dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Apa yang dia kehendaki pasti terjadi berkat kekuasaanNya dan apa yang tidak dia kehendaki tidak akan terjadi bukan karena tidak mampu, melainkan karena dia tidak menghendakinya. Allah Berfirman : 29. dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.(QS. At-takwiir : 29).
Tingkatan Keempat
Mengimani bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu, tidak ada Khaliq selainNya, dan tidak ada Rabb (Tuhan) selainNya. Hal ini berdasarkan Dalil Allah SWT :  62. Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.(QS. Az-zumar :62).
Dalam ayat-ayat tersebut terdapat pernyataan yang jelas bahwa Allah dialah yang menakdirkan segala sesuatu dan yang menciptakannya. Allah telah menakdirkan dan menciptakan segala yang ada tanpa ada contoh sebelumnya. Allah adalah pencipta orang yang berbuat serta perbuatannya.

4.    HIKMAH IMAN KEPADA TAKDIR (QADHA DAN QADHAR)
Dengan beriman kepada qadha dan qadar (Takdir), banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk akhirat.
Ada beberapa hikmah yang dapat kita petik dari keimanan kepada Takdir ini, antara lain yaitu:
1.    Melahirkan kesadaran bagi umat manusia bahwa segala sesuatu di alam semesta ini berjalan sesuai dengan undang-undang, aturan dan hukum yang telah ditetapkan dengan pasti oleh Allah SWT.
2.    Mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan yang baik di dunia dan diakhirat, mengikuti hukum sebab akibat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
3.    Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT yang memiliki kekuasaan dan kehendak yang mutlak, di samping memiliki kebijaksanaan, keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya.
4.    Menanamkan sikap tawakkal dalam diri manusia, karena menyadari bahwa manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah SWT.
5.    Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup, karena meyakini apa pun yang terjadi adalah atas kehendak dan qadar Allah SWT.
6.    Banyak bersyukur dan sabar. Orang yang beriman kepada qadha dan qadar apabila mendapat keberuntungan ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya jika ia mendapat musibah ia akan bersabar, karena musibah tersebut adalah menjadi ujian. Firman Allah: 53.Artinya: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah (datangnya), dan bila ditimpa kemudratan, maka hanya kepada-Nyalah meminta pertolongan.” ( QS. An-Nahl:53)
7.    Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa. Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan tersebut semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia berkeluh kesah dan berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan itu merupakan ketentuan Allah. Firman Allah: 87.Artinya: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf:87)
8.    Bersifat optimis dan giat bekerja. Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa bersifat optimis dan giat bekerja agar meraih keberhasilan itu. Firman Allah: 77. Artinya: “Dan carilah pada apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashas:77)
9.    Jiwanya tenang. Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika ia berhasil atau beruntung, ia akan bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia akan besabar dan berusaha lagi. 27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurga-Ku.(QS. Al-Fajr:27-30).

DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi,Masjfuk,1993.Studi Islam.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Margiono Dkk,2007.Pendidikan Agama Islam 3.Jakarta:Pertpustakaan Nasional.
Ilyas,Yunahar, 1998.Kuliah Aqidah, Yogyakarta : LPPI UMY.
Bashori,Agus Hasan,2001. Kitab Tauhid, Jakarta : Universitas Islam Indonesia.
Razak,Nasruddin,1971.Dienul Islam, Semarang :Percetakan Offset.
Gulen,Fethullah,2005. Qadar,Ditangan Siapakah Takdir Atas Diri Kita, Jakarta: Republika.

Pembelajaran Matematika Realistik



PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK ( P M R )

A.    Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)
1.    Sejarah PMR
Pada tahun 1973, Freudenthal memperkenalkan suatu model baru dalam pembelajaran matematika yang akhirnya dikenal dengan nama RME (Realistic Mathematics Education). Dalam penelitian ini RME tersebut diberi istilah sebagai Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), yang dipandang sebagai pendekatan dan berupa urutan sajian bahan ajar.
PMR awalnya dikembangkan di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada konsep Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Dengan ide utamanya adalah bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Usaha untuk membangun kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian bahwa tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka bayangkan (Heuvel, 1998).
Esensi dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), dapat ditemukan pada pandangan Freudenthal yang sangat penting yang berkaitan dengan PMR yaitu: “mathematics must be connected to reality” dan “ mathematics as human activity”. (Waraskamdi.2008)
gertian PMR
Dan saat ini pembelajaran masih didominasi oleh guru, siswa kurang dilibatkan sehingga terkesan monoton dan timbul kejenuhan pada siswa. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah suatu teori dalam pendidikan matematika yang dikembangkan pertama kali di negeri Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran (Gravemeijer: 1994).
Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini dilaksanakan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan”realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhass, 2000).
Soedjadi (2001: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu.
Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), yaitu sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.
1.    Pendekatan Mekanistik
                             Pendekatan mekanistik adalah pendekatan secara tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks). Dalam pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin.  Kedua jenis matematisasi tidak digunakan (Waraskamdi : 2007)



2.    Pendekatan Empirik
                             Merupakan satu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horisontal.
3.    Pendekatan Strukturalistik
                             Merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal.
4.    Pendekatan Realistik
                             Merupakan suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pokok permasalahan.
Tujuan PMR yaitu memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang terkait dengan pecahan bahkan matematika realistik menyajikan materi dengan rill. (scribd.com)

B.     Karakteristik Perkembangan Matematika Realistik
Untuk memahami PMR kita harus mengetahui karakteristik PMR sebagai berikut :
1.    Karakteristik PMR secara umum
Karakteristik PMR adalah menggunakan konteks ”dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment) (Treffers, 1991; Van den Heuvel-Panhuizen, 1998). Menggunakan konteks “dunia nyata”
Menggunakan konteks “dunia nyata” artinya dalam pembelajaran metematika realistic lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa (De Lange : 1987). Dalam PMR, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung dan siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata.
a.         Menggunakan model-model (matematisasi)
  Menggunakan model artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ketingkat abstrak ( De Lange : 1987). Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal.
b.         Menggunakan produksi dan konstruksi (kontribusi siswa )
Menggunakan konstribusi siwa artinya pemecahkan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa. (Streffland : 1991). Dalam hal ini, menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi–strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam mengembangkan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
c.         Menggunakan interaktif
            Menggunakan Interaktif artinya aktifitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya (Waraskamdi : 2007). Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pernyataan atau  refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
d.        Menggunakan keterkaitan (intertwinment)
Menggunakan Intertwin artinya topic-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dpat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak (Waraskamdi : 2007). Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks  tidak hanya aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.
2.    Karakteristik pendekatan matematika realistik menurut Suryanto (2007) adalah sebagai berikut:
a.         Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa.
b.         Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model  matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya.
3.    Karakteristik Pembelajaran Realistik Menurut Marpaung (2003) adalah sebagai berikut:
a.     Siswa aktif dalam proses pembelajaran.
b.    Pembelajaran dimulai dengan menyajikan kepada siswa masalah kontekstual atau masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa. Masalah itu dapat berupa masalah yang menyajikan real world yang dijumpai dalam kehidupan nyata atau dunia nyata yang dapat dibayangkan siswa.
c.    Siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah itu berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
d.   Guru membimbing siswa dalam menemukan atau mengkontruksikan pengetahuan itu menuju pengetahuan formal.
e.    Guru berperan sebagai fasilitator.
f.     Dalam rangka menemukan itu proses matematisasi adalah penting, level masalah perlu diperhatikan.
g.    Belajar tidak hanya dari guru, tapi juga dari kawan atau orang lain
maka interaksi dan negosiasi adalah penting.
h.    Siswa perlu melakukan refleksi, interpolasi, dan internalisasi.
i.      Yang diutamakan adalah Pemahaman relasional.
j.       Pemahaman matematika tidak dapat di transfer dari yang mengetahui  ke yang belajar.
4.     PMR menurut pandangan kontruktivis
Pembelajaran matematika menurut pandangan kontruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi.
Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada :
a.    Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi.
b.    Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa.
c.    Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya.
d.   Pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.
Ada tiga prinsip dalam mendesain pembelajaran matematika realistik menurut Gravemeijer (1994: 90), yaitu sebagai berikut :
1)        Guided reinvention and progressive mathematizing (Menemukan kembali dan matematesasi progresif)
Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematis secara progresif. Prinsip ini mengacu pada pernyataan tentang konstruktivisme bahwa pengetahuan tidak dapat diajarkan atau ditransfer oleh guru, tetapi hanya dapat dikonstruksi oleh siswa itu sendiri. Yakni peserta didik diberikan kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai dengan suatu masalah kontekstual atau realistik yang selanjutnya melalui aktifitas siswa dikharapkan menemukan “kembali” sifat, defenisi, teorema atau prosedur-prosedur. (I Gusti Putu Suharta.2009)
2)        Didactical phenomenology (fenomena didaktif)
Situasi-situasi yang diberikan dalam suatu topik matematika atas dua pertimbangan, yaitu melihat kemungkinan aplikasi dalam pengajaran dan sebagai titik tolak dalam proses matematika. (I Gusti Putu Suharta.2009)
Gravemeijer (1994:90) menyatakan, berdasar prinsip ini penyajian topic-topik matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua pertimbangan yaitu:
a)    Memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran
b)   Kesesuaian sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive mathematizing
Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam fenomena pembelajaran ini menekankan pentingnya soal kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika pada siswa.
Topik-topik ini dipilih dengan dua pertimbangan yaitu :
a)                   aspek kecocokan dalam pembelajaran
b)                  kecocokan dampak dalam proses re-invention
c)                   Self developed models
Gravemeinjer menjelaskan berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangankan model mereka sendiri yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal. Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh ada yang dimiliki siswa (Gravemeinjer : 1994).




3)        Self developed models
Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan masalah-masalah  kontekstual.
Self-developed Models (pengembangan model sendiri); kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Model dibuat siswa sendiri dalam memecahkan masalah. Model pada awalnya adalah suatu model dari situasi yang dikenal (akrab) dengan siswa. Dengan suatu proses generalisasi dan formalisasi, model tersebut akhinrya menjadi suatu model sesuai penalaran matematika (Anonim,  tt)
5.    PMR menurut pandangan kontekstual
                 Pendekatan kontekstual didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang akan tertarik untuk mempelajari sesuatu apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya itu.
Makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Di sini konteks diartikan sebagai situasi atau keadaan yang memberi makna kepada suatu objek. Tugas utama guru menurut pendekatan kontekstual adalah menyediakan konteks yang memberi makna pada isi sehingga melalui makna tersebut siswa dapat menghubungkan isi pelajaran dengan pengetahuan dan pengalamannya.
Pendekatan kontekstual memiliki delapan prinsip (Hadi, 2005), yaitu:
a. hubungan yang bermakna,
b. pekerjaan yang berarti,
c. pengaturan belajar sendiri,
d. kolaborasi,
e. berpikir kritis dan kreatif
f. pendewasaan individu,
g. pencapaian standar yang tinggi, dan
h. penilaian autentik.
Peran guru menurut pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut :
a.              Mengkaji konsep yang harus dipelajari siswa
b.              Memahami pengalaman hidup siswa
c.              Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa
d.             Merancang pembelajaran yang mengaitkan konsep dengan  pengalaman  siswa
e.              Membantu siswa mengaitkan konsep dengan pengalaman mereka Mendorong siswa membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman mereka tentang konsep yang sedang dipelajari.  (Nurhadi et al., 2005)
Ada tujuh komponen utama dalam pendekatan kontekstual, yaitu  (Nurhadi et al, 2005):
a.         Konstruktivisme
Dalam komponen ini siswa memperoleh pemahaman yang mendalam melalui pengalaman belajar yang bermakna dengan cara membangun sendiri pengetahuannya sedikit demi sedikit dari konteks yang terbatas.
b.         Penemuan
Di sini siswa mengembangkan pemahaman konsep melalui siklus mengamati, bertanya, menganalisis, dan merumuskan teori baik secara individu maupun berkelompok. Keterampilan berpikir kritis juga dikembangkan di sini.
c.         Bertanya
Dalam komponen ini siswa didorong untuk mengetahui sesuatu dan memperoleh informasi. Di samping itu, kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilatih dan sekaligus dinilai.
d.        Masyarakat Belajar
Di sini siswa dilatih untuk berbicara dan berbagi pengalaman serta bekerjasama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik.
e.         Permodelan
Di sini siswa diberi model (contoh) tentang apa yang harus mereka kerjakan. Pemodelan dapat berupa demonstrasi dan pemberian contoh.
f.          Penilaian Autentik (Sebenarnya)
Dengan komponen ini proses dan hasil kedua-duanya dapat diukur.
g.         Refleksi
Komponen ini merupakan komponen yang penting karena memberi kesempatan untuk melihat kembali apa yang sudah dikerjakan termasuk kemajuan belajar dan hambatan yang ditemui.

C.    Langkah – Langkah  Pembelajaran
Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Pada tahap ini “karakteristik” pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai starting point dalam pembelajaran untuk menuju ke matematika formal sampai ke pembentukan konsep.
2.    Menjelaskan masalah kontekstual
Jika situasi siswa macet dalam menyelesaikan masalah, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya (bersifat terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami oleh siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud soal. Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah. (Gravemeinjer:1994). Yang tergolong dalam langkah ini adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.
3.    Menyelesaikan masalah kontekstual
Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara individu berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan (Gravemeinjer:1994). Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembaran kerja, siswa mengerjakan soal dalam tingkat kesulitan yang berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara sendiri berupa pemberian petunjuk atau pertanyaan seperti, bagaimana kamu tahu itu , bagaimana mendapatkannya, mengapa kamu berpikir demikian, dan lain-lain berupa saran. Pada tahap ini, beberapa dari ‘prinsip’ pembelajaran matematika realistik akan muncul dalam langkah ini misalnya prinsip self developed models. Sedangkan pada ‘karakteristik’ pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah kedua yaitu menggunakan model.

4.    Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
                 Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban secara berkelompok, untuk selanjutnya dibandingkan (memeriksa, memperbaiki) dan didiskusikan di dalam kelas. Sementara di tahap ini sebagai ajang melatih siswa mengeluarkan ide dari kontribusi siswa di dalam berinteraksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan sarana prasarana untuk mengoptimalkan pembelajaran. Karakteristik pembelajaran matematika realistic yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan kontribusi siswa. Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan siswa juga antara guru dengan siswa (Gravemeinjer:1994).


5.    Menyimpulkan
 Dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur. Pada tahap ini ‘karakteristik’ pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan langkah – langkah pembelajaran di dalam proses pembeajaran matematika adalah:
1.    Memotivasi siswa (memfokuskan perhatian siswa)
2.    Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran 
3.    Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna
4.    Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;
5.    Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan
6.    Pengajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. (Waraskamdi.2008)
D.           Teori Belajar yang Relevan dengan Perkembangan Matematika Realistik
1. Teori piaget
           Piaget (dalam ibrahin, 1999:16) berpandangan bahwa, anak-anak memiliki potensi untuk mengembangkan intelektualnya. Pengembangan intelektual mereka bertolak dari rasa ingin tahu dan memahami dunia disekitarnya. Pemahaman dan penghayatan tentang dunia sekitarnya akan mendorong pikiran merekan untuk menbangun tampilan tentang dunia tersebut dalam otaknya. Tampilan yang merupakan struktur mental itu disebut skema atau schemata (jamak).
Piaget menyatakan bahwa prinsip dasar dari pengembangan pengetahuan seseorang adalah berlangsungnya adaptasi pikiran seseorang kedalam realitas disekitarnya.proses adaptasi ini tidak terlepas dari keberadaan skema yang dimiliki orang tersebut serta melibatkan asimilasi, akomodasi dan equiliberation dalam pikirannya.
2. Teori Vygotsky
Pandangan Vygotsky (1997) tentang arti penting interaksi social dalam perkembangan intelektual anak tampak dari 4 ide kunci yang membangun teorinya, yaitu:
a.    Penekanan pada hakikat sosial.
    Vygotsky (1997) mengemukakan bahwa anak belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebayanya. Dalam proses belajar yang demikian, seorang anak yang sedang belajar tidak hanya menyampaikan pengertiannya atas suatu masalah kepada dirinya sendiri namun ia juga dapat menyampaikan nya pada orang lain disekitarnya.
b.    Zone Proximal Development (Wilayah perkembangan terdekat)
Didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Vygotsky (1997) menjelaskan adanya dua tingkat perkembangan intelektual, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Pada tingkat perkembangan aktual seseorang sudah mampu untuk belajar atau memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan yang ada pada dirinya pada saat itu. Sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah tingkat perkembangan intelektual yang dicapai seseorang dengan bantuan orang lain yang lebih mampu.
Tingkat perkembangan potensial terletak diatas tingkat perkembangan aktual seseorang. Perubahan itu berlangsung dengan melalui proses belajar yang terjadi pada wilayah perkembangan terdekat.
c.    Pemagangan kognitif (cognitive apprenticheship)
Menurut Vygotsky (1997), dalam proses pemagangan kognitif seorang siswa bertahap mencapai kepakaran dalam interaksinya dengan seorang pakar, orang dewasa atau teman sebayanya dengan pengetahuan yang lebih.
d.   Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin: 1997).  Scaffolding maksudnya seorang guru memberikan bantuan kepada siswanya untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
3. Teori Ausubel
Menurut Ausubel (1997) belajar dikatakan bermakna jika informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitifnya sehingga siswa tersebut mengakaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
4. Teori  Gasong  
Menurut teori  Gasong (2009) asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata.
Menurut Gasong (2009) bahwa Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
5.     Teori Burner
Burner berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur serta mencari hubungan antara konsep-konsep  dan struktur-struktur tersebut. Menurut Bruner pemahaman atas suatu konsep beserta strukturnya menjadikan materi itu lebih mudah diingan dan dapat dipahami lebih komprehensif. Tiga tahap perkembangan mental menurut Bruner:
a.    Enactive
     Dalam tahap ini seseorang mempelajari suatu pengetaahuan secara aktiv dengan menggunakan garis miring memanipulasi benda-benda konkret atau situasi nyata secara langsung.
b.    Ikonic
     Pada tahap ini kegiatan belajar seseorang sudah mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek.
c.    Simbolic
     Tahap terakhir ini  adalah tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi terkait dengan objek maupun gambaran objek (Slavin: 1997).

E.     Konsepsi Siswa Dalam PMR
Pendekatan  matematika realistik mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :
1.                  Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif  tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
2.                  Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
3.                  Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan.
4.                  Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
5.                  Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

Peran Guru

PMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:
1.      Guru hanya sebagai fasilitator belajar;
2.      Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;
3.      Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan
4.      Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun sosial. (Masbied.2010)

Konsepsi tentang Pengajaran

Pengajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut:
1.        Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;
2.        Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;
3.        Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan;
4.        Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. (De Lange, 1995)
 Titik awal proses belajar dengan pendekatan matematika realistik menekankan pada konsepsi yang sudah dikenal oleh siswa. Setiap siswa mempunyai konsep awal tentang ide-ide matematika. Setelah siswa terlibat secara bermakna dalam proses belajar, maka proses tersebut dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pada proses pembentukan pengetahuan baru tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. (M. Asikin Hidayat, 2001).

F.     Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Matematika Realistik
Sebagaimana setiap pendekatan, strategi maupun metode pembelajaran, di satu sisi memiliki berbagai kelebihan, namun juga memiliki kesulitan. Demikian halnya dengan PMR.
a.    Kelebihan pembelajaran matematika realistik
Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu:
1.             Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
2.             Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
3.             Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.
4.             Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai. (Suwarsono.2001)

b.   Kesulitan dalam implementasi pembelajaran matematika realistik
Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan tersebut, yaitu:
1.             Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.
2.             Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
3.             Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
4.             Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
Walaupun pada pendekatan PMR memiliki kesulitan-kesulitan dalam upaya implementasinya, namun penulis optimis bahwa kendala-kendala tersebut hanya bersifat sementara. Hal ini sangat tergantung dari upaya dan kemauan yang sungguh-sungguh dari guru, serta respons siswa untuk menerapkannya pada kegiatan belajar mengajar di kelas, kiranya berbagai kesulitan tersebut lambat laun dapat diatasi. (Masbied.2010)

G.      Pengembangan Pembelajaran Matematika Realistik di Indonesia
                 Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut dapat dicapai dengan terlaksananya pendidikan yang tepat waktu dan tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sejalan dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekolah merupakan lembaga formal penyelenggara pendidikan. Melalui aktivitas belajar tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengalaman belajar sehingga proses pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa. Pelaksanaannyapun harus dilaksanakan dengan pendekatan belajar yang relevan dengan paradigma pendidikan sekarang. Paradigma baru pendidikan sekarang ini lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Melalui paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi .Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma pendidikan sekarang. PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar. PMRI selama ini merupakan sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang relatif baru dan belum semua kalangan dalam dunia pendidikan mengenalnya. Pembelajaran matematika selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa matematika adalah alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru bersikap cenderung memberi tahu konsep/ sifat/ teorema dan cara menggunakannya. Guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke pikiran anak dan anak menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Adakalanya siswa menjawab soal dengan benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana asalnya rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan. Keadaan demikian mungkin terjadi karena di dalam proses pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan dalam mengungkapkan ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga kurang terbiasa untuk mengungkapkan ide-ide atau alasan dari jawabannya.
Perubahan cara berpikir yang perlu sejak awal diperhatikan ialah bahwa hasil belajar siswa meruapakan tanggung jawab siswa sendiri. Artinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa sendiri dan pengalaman belajarnya. Tanggung jawab langsung guru sebenarnya pada penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang baik (Marpaung, 2004). Pengalaman belajar akan terbentuk apabila siswa ikut terlibat dalam pembelajaran yang terlihat dari aktivitas belajarnya. PMRI juga menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi realistik. Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata (Zulkarnain, 2002).

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M. 2001. Realistics Mathematics Educations (RME): Sebuah harapan baru dalam pembelajaran matematika. Makalah Seminar. Disajikan pada Seminar Nasional RME di UNESA Surabaya, 24 Februari.

Caslam.   2007.  Implementasi    Model   Pembelajaran   Realistic    Mathematic


Dimyati, Dr dan Drs. Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


I Gusti Putu Suharta.2009. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik.Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta

Ika fitriyani. 2009. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Tersedia di http://etd.eprints.ums.ac.id/7223/1/A410050245.PDF. Diakses tanggal 22 September 2010

Masbied.2010. Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik tersedia di http://www.masbied.com/2010/03/20/implementasi-pembelajaran-matematika-realistik-setting-kooperatif-materi-aritmetika-sosial-pada-siswa-kelas-vii-smp/ . Diaskes 22 September 2011

Massofa. 2008. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Tersedia di  http: //massofa. wordpress. com /2008/09/13/ pendekatan  pembelajaran - matematika-realistik/. Diakses tanggal 23 September 2010

Scribd. 2011. Pembelajaran Matematika Realistik. Tersedia di http://www.scribd.com/doc/52317899/Pembelajaran-Matematika-Realistik. Diaskes 22 September 2011

Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. 1977. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Waraskamdi. 2008. Pembelajaran Matematika. Tersedia di http: //waraskamdi. com/ index2ni. Diakses tanggal 22 September 2011
Wordpress. 2011. Pendidikan Matematika Realistik Di Indonesia. Tersedia di http://h4mm4d.wordpress.com/2009/02/27/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmri-indonesia/ Diaskes 22 September 2011